Selasa 09 Feb 2016 10:47 WIB

Pengalaman Wartawan AS yang Gagal Wawancara DN Aidit

Dipa Nusantara Aidit
Foto:
Sejumlah anak berlatih pencak silat Betawi di Kampung Betawi.

Saya pernah delapan tahun tinggal di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sayangnya, kawan-kawan sebagian besar sudah meninggalkan kawasan yang dulu banyak dihuni keturunan Arab.

Akibat Pasar Tanah Abang yang makin meluas dan membesar, daerah sekitarnya sudah beralih fungsi, seperti Jalan Kiai Mas Mansyur sudah menjadi pertokoan dan perhotelan.

Demikian pula, daerah-daerah sekitarnya. Masjid Tanah Abang yang didirikan keluarga Kerajaan Mataram pada abad ke-17 kini terkepung pertokoan.

Orang Betawi, khususnya Tanah Abang, terkenal humoris. Humor merupakan bagian dari kehidupan mereka.

Refleksi rasa humor itu terlihat dalam lakon-lakon lenong dan topeng Betawi. Tetapi, di Tenabang, ada suatu yang khas sarat humor, yaitu sahibul hikayat--kata bahasa Arab yang berarti "si empunya cerita".

Budaya tempo doeloe yang turun-menurun lahir karena pengaruh Parsi (Timur Tengah). Di Kebon Pala, Tanah Abang, inilah tinggal almarhum Sofyan Jait yang mendapat warisan cerita ini dari ayahnya, H Muhammad Jait. Setelah Sofyan meninggal dua tahun lalu, budaya yang pernah memiliki banyak penggemar itu tidak ada lagi penerusnya.

Saat ini, dalam situasi politik yang tidak pernah sepi dari konflik banyak yang stres. Apalagi, pertarungan antarberbagai kepentingan politik makin menjadi-jadi. Kalau saja mendengar cerita sahibul hikayat, stres mereka bisa berkurang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement