Rabu 15 Mar 2017 08:08 WIB
Pulangnya Bung Hatta

Sepak Terjang Mohammad Hatta Mengembangkan Koperasi di Indonesia

Rupiah (ilustrasi)
Foto: [ist]
Bung Hatta

Pada 1920-1935, kata dia, banyak koperasi didirikan. Ada yang bertahan cukup lama tapi lebih banyak yang berguguran. Salah satu yang dapat bertahan lama koperasi Perhimpunan Saudara di Bandung. Koperasi ini menjadi koperasi simpan-pinjam yang berkembang menjadi bank. Alwi mengatakan koperasi ini lama bertahan sampai akhirnya di merger dengan perusahaan lain pada zaman Orde Baru.

Selain Koperasi Perhimpunan Saudara ada Koperasi Madu Tawon yang memperoleh untung besar. Koperasi  ini didirikan petani teh di Tasikmalaya. Pada 1920 harga teh melambung tinggi dipasar internasional. Koperasi ini pun mendapatkan deviden yang sangat besar. Alwi mengatakan ada saatnya koperasi ini mendapatkan lebih dari 5.000 Golden.

Para petani berdebat tentang deviden yang ingin dibagi ke para anggota koperasi. Alwi mengatakan saat itu ada dua kubu yang memperdebatkan hasil deviden tersebut. Kubu pertama ingin dividen digunakan untuk memperluas dan memperbesar unit usaha. Sedangkan kubu lainnya ingin dividen langsung dibagikan ke anggota.

Namun akhirnya mereka memilih dividen segera dibagikan. Hingga pada 1935 terjadi “The Great Deppresion” atau Depressi Hebat dalam ekonomi global. Harga komoditas termasuk teh menjadi anjlok. Alwi berkata, belum ada penemuan apakah koperasi Madu Tawon bertahan atau tidak tapi menurutnya Madu Tawon bertahan sampai menjelang kemerdekaan.

Selain Perhimpunan Saudara dan Madu Tawon menurut Alwi masih banyak beberapa koperasi yang tumbuh cukup besar. Banyak anggapan bahkan dari Pemerintah Hindia-Belanda sendiri yang melihat koperasi sistem ekonomi yang cocok untuk rakyat Nusantara.

“Seperti Mohammad Hatta, Bung Karno juga begitu, melihat masyarakat Indonesia yang komunal, gotong-royong dan guyup karena itu koperasi dinilai sangat cocok untuk Indonesia,” kata Alwi.

Alwi mengatakan salah satu artikel yang ditulis Jennifer dan Paul Alexander yang berjudul Protecting Peasants from Capitalism: The Subordination of Javanese Traders by the Colonial State sudah menjabarkan usaha Pemerintah Hindia-Belanda untuk “melindungi” petani pribumi justru menahan pribumi untuk meningkat daya ekonomi mereka. Stigma masyarakat pribumi yang tidak mampu mengelola keuangan memperkuat argumen tersebut.

Dalam Pidato Hari Koperasi 12 Juli 1977 Bung Hatta pun mengatakan cita-cita koperasi sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Cita-cita ini dinilai sebagai jalan yang terbaik untuk membangun ekonomi rkayat yang lemah. Pada saat itu, kata Bung Hatta, sudah banyak yang mengetahui dan mencontoh koperasi yang dilakukan oleh buruh Inggris dan petani Denmark pada abad ke-19.

“Berhadapan dengan kekuasaan dan pengaruh kapitalisme yang begitu hebat, hanya organisasi rakyat jelata sendiri, berdasar atas solidaritas dan setiakawan, yang dapat memperbaiki nasibnya,” kata Bung Hatta seperti yang dikutip dari buku Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan yang diterbitkan oleh UI Press tahun 1997.

Bung Hatta menuturkan pada saat itu belum ada Undang-undang sosial. Orang-orang yang ekonominya lemah mulai berpikir organisasi harus dihadapi dengan organisasi. Organisasi yang tepat bagi buruh dan petani ialah koperasi. Apabila kapitalisme, kata Bung Hatta, berkembang dengan semangat indivualisme, konkurensi merdeka, dan modal yang kuat, koperasi dasarnya kerja sama, tolong-menolong antarorang kecil.

Selain itu, tambah Bung Hatta, koperasi berdasarkan prinsip self-help. Bung Hatta mengatakan sejarah Eropa menunjukkan orang-orang kecil dan lemah dapat bertahan dan meningkat derajat hidupnya dengan berkerja sama dan bantu-membantu dalam menolong diri mereka sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement