Senin 06 Jun 2016 13:00 WIB
Kelahiran Sukarno

Sukarno dan Inggit, Kisah Cinta Sejati yang Berpisah Jalan

Sukarno bersama Inggit Garnasih
Sukarno bersama Inggit Garnasih

oleh: Muhammad Subarkah

Mungkin publik sudah banyak melupakan Inggit Garnasih ketika membicarakan "para istri" Sukarno yang berulang tahun hari ini. Perempuan mungil dan cantik yang dinikahi Sukarno pada saat menjadi mahasiswa di ITB pada awal 1920-an seolah terlupakan. Namanya hanya tertera pada sebuah ruas jalan pendek yang berada di depan bekas rumahnya yang kini menjadi museum di sudut Kota Bandung.

Inggit memang tidak ingar-bingar. Kisahnya jauh dari sensasi bila dibandingkan dengan nama istri Sukarno yang lain, misalnya Fatimah atau Fatmawati dan Ratna Sari Dewi. Fatmawati kini menjadi nama jalan besar di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Ratna Sari kondang sebagai perempuan cantik asal Jepang yang dulu tinggal di rumah megah Wisma Yaso, di pinggir Jl Gatot Subroto (Kini menjadi Museum Satria Mandala/Pusat Sejarah TNI). Penyanyi Fredy Tamela pada awal tahun 1980-an, masih memuja kecantikannya dengan menyanyikan lagu yang berjudul namanya. Apalagi, kemudian kehidupan Ratna menjadi sangat glamor karena tinggal di kalangan para jetset di Eropa.

Memang, meski sepintas tak bersinar gemerlap, jasa Inggit teramat besar bagi bangsa ini. Sukarno tanpa Inggit dipastikan tak akan sebesar sekarang. Saat muda, misalnya, Inggitlah yang selalu menguatkan Sukarno dari tekanan beban hidup dan perjuangan. Inggit rela miskin dan mendampingi Sukarno dalam situasi yang sangat kritis, mulai dari masuk penjara, mencarikan biaya hidup dengan berjuaan sabun dan alat-alat pertanian, hingga menemaninya dalam masa pembuangan di Ende hingga Bengkulu.

Penulis biografi Inggit, Ramadhan KH, menyebutkan, bila ada jasa dari Bung Karno bagi bangsa ini, maka separuhnya itu adalah sumbangan Inggit Garnasih. Dan Inggit adalah alter ego Sukarno. Bahkan, bukan hanya Inggit secara pribadi saja yang mendukung perjuangan Sukarno (Inggit menyebut Sukarno dengan nama aslinya: Kusno), seluruh keluarganya juga ikut menyokongnya. Bahkan, ibunda Inggit meninggal saat bersama Sukarno hidup di pengasingan di Pulau Ende.

"Tidak bisa dibayangkan bila Sukarno tinggal sendirian di pengasingan baik di Ende maupun Bengkulu. Merekalah yang menemani Sukarno dalam melewati masa paling gelap dalam hidupnya,'' tulis Ramadhan KH.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement