Jumat 06 Jan 2017 09:09 WIB

Pasar Baru dan Perdagangan Gelap Uang Dolar

Gerbang Pasar Baru
Foto: Raisan Al Farisi/ Republika
Gerbang Pasar Baru

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Pasar Baru di Jakarta Pusat mulai berkembang pada abad ke-19 ketika masyarakat, khususnya Belanda, ramai-ramai meninggalkan Kota Tua di Pasar Ikan yang sumpek dan menjadi sarang penyakit ke daerah selatan yang disebut Weltevreden. Pada masa kekuasaan Inggris, Raffles yang mengambil alih kekuasaan Daendels (pendukung Prancis) pada 27 Oktober 1814 mendirikan Municipal Theatre untuk pementasan kesenian. Bentuk teater ini masih semi permanen, dindingnya dari kayu dan bambu, atapnya dari rumbia.

Teater ini ditujukan menyalurkan hobi pasukan-pasukan Inggris. Pada 1816, setelah Inggris hengkang dari Indonesia, Belanda memugar gedung kesenian yang kemudian dikenal dengan sebutan Schouburg (gedung kesenian).

Berdirinya gedung kesenian membuat daerah itu kedatangan orang-orang dari luar untuk menetap dan mencari nafkah. Mereka membuka usaha dagang barang-barang kebutuhan pokok, pakaian, dan perhiasan. Toko-toko mereka berhadapan dengan gedung kesenian menyebabkan pertokoan ini disebut Pasar Baru.

Sebelumnya, lokasi ini masih me rupakan kebun, rawa, dan lapangan terbuka tempat pangkalan sado. Setelah komoditas yang diperdagangkan semakin banyak dan berharga, Belanda membangun pasar itu berupa los terbuka, seperti Pasar Senen dan Tanah Abang.

Pasar Baru yang sekarang, dahulu merupakan pertokoan terbaik. Sampai saat ini pedagangnya didominasi oleh orang Cina dan India. Yang terakhir ini umumnya para pedagang tekstil dan alat-alat olahraga.

Grup Matahari yang membangun ratusan departmen store di pusat-pusat pertokoan dan perdagangan di Tanah Air memulai operasinya dari Pasar Baru. Toko Matahari yang masih kita jumpai sekarang pada 1960-an bernama Toko De Zoon yang dalam bahasa Belanda berarti matahari.

Tapi, tidak seperti di mal dan pertokoan, Toko Matahari di Pasar Baru, tempat kelahiran Matahari Group, hanya pertokoan kecil. Ketika itu, mal dan pertokoan modern belum muncul, sehingga Pasar Baru seperti magnet yang menarik pembeli.

Kadang, toko ini menjadi tempat mejeng muda-mudi. Ketika Bung Karno melarang pers menyiarkan kurs dolar dan mata uang asing terhadap rupiah, Pasar Baru menjadi tempat perdagangan gelap mata uang dolar AS.

Hingga kini, apabila Anda berpakaian rapi ke Pasar Baru, biasanya didatangi pedagang dolar yang sambil berbisik menawarkan, "dolar, Pak!"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement