Rabu 10 Aug 2016 08:24 WIB

Sepak Terjang Ulama-Ulama Betawi di Tanah Suci

Makkah, menjadi pusaran jamaah haji seluruh dunia.
Foto: Reuters
Makkah, menjadi pusaran jamaah haji seluruh dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Melaksanakan ibadah haji saat ini --dengan pesawat udara-- hanya perlu waktu 10 jam. Tidak demikian ketika perjalanan masih menggunakan kapal layar. Perlu waktu berbulan-bulan, mungkin lebih setahun, dengan berbagai risiko selama pelayaran.

Dalam suasana demikian, sejak abad ke-18 orang Betawi banyak yang pergi ke kota suci Mekah. Mereka menjalankan ibadah haji. Karena perjalanan yang begitu sulit, setelah menunaikan rukun Islam kelima, banyak yang tidak kembali ke Tanah Air dan bermukim di Makkah.

Mereka yang bermukim di sana menggunakan Al Batawi sebagai nama keluarga. Menjadi kebiasaan para pemukim ketika itu menjadikan nama kota asalnya sebagai nama keluarga. Misalnya, Syekh Abdul Somad al Falimbani dari Palembang, Syekh Arsyad Albanjari dari Banjarmasin, Syekh Basuni Imran al Sambasi dari Sambas, dan Syekh Nawawi al Bantani dari Banten.

Masih dengan kapal layar, pada pertengahan abad ke-19 (1834), Syekh Junaid, seorang ulama Betawi, mulai bermukim di Makkah. Ia pun memakai nama al-Betawi. Ia amat termashur karena menjadi imam di Masjidil Haram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement