Selasa 24 Apr 2018 16:05 WIB

Ke Belanda Lewat Menteng

Di era kolonialisme, bahasa Belanda hanya untuk kalangan Belanda.

Euro Management
Foto:
Nurul Primayanti di kelas bahasa Belanda tingkat lanjutan.

Menjadi Relawan

"Hoe gaat het?" sapa Mevrouw Karimah di ruang kelas. Tak ada yang menjawab. Ia ulang pertanyaan lagi, menunggu ada jawaban, lalu terdengar ada yang menjawab, ‘’Goed.’’

‘’Bedankt,’’ lanjut Mevrouw Karimah. Kembali senyap. Ia ulang lagi, tetap senyap. ‘’Harusnya kalian sudah hafal jawaban dari salam ini,’’ ucap dia sambil tersenyum, lantas menuliskan jawabannya di papan tulis: geen dank, dank je well.

Ini pertemuan kelima dari kelas awal bahasa Belanda angkatan keempat di Euro Management. Pesertanya, mahasiswa dan wartawan. Belajarnya sepekan sekali di tengah kesibukan lain sebagai wartawan dan mahasiswa.

photo
Karimah sedang meminta peserta kursus menyusun kalimat dalam bahasa Belanda. (Priyantono Oemar/ Republika)

’’Wajar kalau lupa, aku saja Sabtunya belajar, Minggunya sudah lupa pelajarannya,’’ ujar Retna Pramestiningrum, wartawan Kompas TV kepada saya. Saya hari itu mulai mengikuti lagi kelas awal, karena memang banyak yang lupa ketika memulai kelas lanjutan.

Retna mengikuti kelas Belanda lantaran acara yang dia punya sering menggunakan litelatur berbahasa Belanda. Setidaknya, ikut kelas bahasa Belanda akan membantunya memahami literatur yang ia baca. Saya pun ikut kelas ini juga gara-gara ingin bisa membaca buku-buku lama tentang Indonesia --tetapi berbahasa Belanda-- yang mengisi rak buku saya.

Di perpustakaan daring, saya juga menemukan banyak buku tentang Indonesia berbahasa Belanda. Saya ingin bisa menggunakan bacaan-bacaan itu. Hal yang juga diingini Achmad Zamroni Imam, karyawan Subdit Kemasjidan Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama. Maka tiap Selasa sepulang ngantor di Jl MH Thamrin, ia segera meluncur ke Jl RP Suroso di Menteng, Jakarta Pusat, tempat Euro Management berada.

Tahun lalu, Cut Miranda Daud telah pergi ke Belanda menjemput beasiswa selepas dari SMA Al-Izhar Pondok Labu. Ia mendapat pelepasan dari teman-temannya di kelas awal bahasa Belanda angkatan ketiga di lembaga yang didirikan Bimo Joga Sasongko itu.

“Saya gabung di kelas Euro karena saya pikir kalau mau kuliah di luar negeri sangat penting untuk belajar bahasanya,’’ ujar Miranda kepada saya.

Ia merasa terbantu dengan bekal bahasa belanda, meski baru sedikit itu. ‘’Sangat memudahkan kita di aktivitas sehari-hari, bahkan untuk membaca instruksi, surat, dan lainnya,’’ ujar mahasiswi Komunikasi Bisnis HAN University itu.

Miranda sudah tertarik dengan bahasa Belanda sejak kelas 4 SD. Keluarganya banyak yang menguasai bahasa ini. Sejak kelas 4 SD itulah ia sudah mulai membeli buku cara berbahasa Belanda. Ketika di pameran pendidikan ia mendapat flyer program beasiswa Euro Management.

Euro Management yang pada 13 April 2018 berusia 15 tahun, telah meluncurkan program ‘’Indonesia 2030, Sejuta Indonesia di Jantung Dunia’’ pada 2016. Lewat program ini, Euro memberikan beasiswa kursus bahasa asing untuk siswa, mahasiswa, wartawan, dan pegawai negeri sipil.

‘’Hingga angkatan keempat, sudah ada 2.883 siswa, 2.291 mahasiswa, 2.073 wartawan, dan 976 pegawai negeri yang menerima beasiswa,’’ ungkap Bimo kepada saya, Rabu (18/4).

Di Euro Management ada tujuh bahasa asing yang dipelajari, yaitu Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Jepang, Spanyol, dan Mandarin. Ada pula kelas persiapan IELTS. Dalam sebuah kesempatan, Bimo yang merupakan ketua umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) dan wakil sekretaris jenderal ICMI itu ingin membawa Euro Management bisa membantu penerima beasiswa menyiapkan bahasa asing.

IABIE dan ICMI juga bekerja sama dengan Euro Management untuk program ini. ‘’Itu proyek yang sedang kita gaungkan, pelatihan bahasa gratis," ujar Bimo saat berkunjung ke kantor Republika, 10 Januari 2018.

Euro Management juga menawarkan program beasiswa kepada mahasiswa lewat jalan menjadi relawan. Ada 105 relawan yang membantu Euro Management. ‘’Sebagai relawan, saya ikut kelas Belanda dan Mandarin,’’ ujar Fani Faradillah yang sedang mencari beasiswa S2 setelah lulus dari Teknik Industri Universitas Gunadarma.

Fani tergabung sebagai relawan di Euro Management sejak belum lulus kuliah pada 2016. ‘’Agar terlibat dengan orang-orang yang berkeinginan kuat melanjutkan studi di luar negeri,’’ jelas Fani mengenai motivasi menjadi relawan. Tahun lalu ada relawan  yang mendapat beasiswa studi ke Prancis.

Ayu Santika, mahasiswa tingkat akhir President University, juga menjadi relawan sambil mengikuti kelas bahasa Belanda dan kelas persiapan IELTS. Menjadi relawan, mereka mempunyai akses informasi tentang beasiswa studi di luar negeri.

‘’Dengan menjadi relawan, selain dapat belajar bahasa gratis juga mendapat info studi ke luar negeri,’’ ujar Ayu yang sedang menyusun skripsi jurusan Hubungan Internasional.

Sebagai relawan, mereka memiliki tugas mempersiapkan segala hal kebutuhan untuk memperlancar proses kursus di kelas. Jika ada kegiatan seperti kunjungan ke kedutaan, mereka juga dilibatkan.

Ayu mengaku tertarik sejarah Indonesia-Belanda. ‘’Ingin melihat perspekstif Indonesia dari sisi negara yang pernah menjajah Indonesia,’’ ujar Ayu tentang alasannya memilih kelas bahasa Belanda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement