Kamis 19 Apr 2018 20:59 WIB

Pondok Sinau Menyebarkan Virus Literasi ke Anak-Anak

Pondok Sinau menghadirkan guru asing yang mengajarkan bahasa dan budaya negaranya.

Suasana pembelajaran di Pondok Sinau Lentere Anak Nusantara di Kepanjen, Kabupaten Malang, belum lama ini.
Suasana pembelajaran di Pondok Sinau Lentere Anak Nusantara di Kepanjen, Kabupaten Malang, belum lama ini.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

 

Ruangan berukuran 5x8 meter yang dipenuhi rak berisi buku ini tampak ramai dipenuhi belasan remaja yang dengan saksama mengikuti kelas bahasa Inggris. Tidak main-main, seorang native speaker bernama Flavia Iona Butu dari Rumania sengaja datang untuk mengajar anak-anak yang ingin mendapatkan pendidikan tambahan di Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara.

Naila dan Putri yang masih berstatus siswi SMPN 1 Kepanjen termasuk yang serius mendengarkan materi yang disampaikan Flavia. Ya, Naila dan Putri terlihat sangat antusias mengikuti sesi english class yang dipandu mahasiswa yang sedang mengambil program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut. "Kami senang, karena kadang materi yang diberikan tidak didapatkan di sekolah," ujar Putri, belum lama ini.

Metode belajar bahasa Inggris yang diberikan Flavia sangat menarik. Dengan membawa peta Eropa, ia memberikan materi percakapan dasar yang dengan cepat dipahami para peserta.

Dengan menggunakan metode membawa gambar objek atau gedung yang berdiri di berbagai negara Eropa, Flavia yang sudah fasih berbahasa Indonesia berusaha mengajak 'para siswanya' di kelas agar bisa saling berinteraksi. Dampaknya, muncul gelak tawa dari para siswa yang mencoba menerka-nerka jawaban atas pertanyaan yang diajukan Flavia.

"Saya juga melakukan pengenalan budaya mancanegara sebagai bentuk literasi budaya kepada anak-anak," tutur Flavia.

Bagi Flavia, mengajar atau berbagi pengalaman di Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara bukan yang pertama kalinya. Pada pertengahan 2017, ia hadir dengan materi lain dengan mengadakan pelatihan pembuatan batik tulis. Saat itu, Flavia yang pernah belajar membatik selama satu tahun di Yogyakarta, memberi materi kepada peserta yang terdiri ibu-ibu. Kali ini, ia sangat senang melihat 'anak didiknya' bisa menjelaskan tempat-tempat bersejarah di negara-negara yang dahulu dikenal sebagai Eropa Timur.

"Saya hanya mengajarkan materi bahasa Inggris basic, pengenalan budaya Eropa Timur, dan menggambar selama 30 menit. Sangat menyenangkan melihat anak-anak ini senang dengan materi yang saya sampaikan," ujar Flavia.

Sebelum Flavia, pondok sinau juga pernah kedatangan Ksenia Oksana Sydorenko dari Ukraina. Ksenia yang merupakan dosen tamu di UMM datang dengan pakaian rapi dan berdasi disambut terus ditambut tawa sekitar 20 remaja yang mengikuti kelas bahasa Inggris.

Sepertinya, anak-anak itu takjub mengikuti sesi pengajaran dengan guru dari luar negeri, karena merupakan pengalaman pertama bagi mereka. “Saya lebih antusias kalau ikut pelajaran ini, karena hampir tidak pernah ada kesempatan untuk ikut seperti ini,” kata Rotul, siswi kelas 10 SMKN Malang. 

Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara terletak di RT 04 RW 03 Dusun Pepen, Desa Mojosari, Kepanjen, Kabupaten Malang. Meski berada di tengah perkampungan dan jauh dari pusat Kota Malang, namun keberadaan gubuk baca tersebut seolah tidak pernah sepi dari berbagai kegiatan.

Selain aktivitas bersifat pendidikan terhadap kalangan remaja, kegiatan lain yang diadakan pondok sinau berupa pemberdayaan masyarakat, mulai pelatihan, penyuluhan, diklat, hingga workshop yang berorientasi pada penguatan sumber daya masyarakat (SDM).

Hutri Agustino adalah pendiri Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara. Berstatus sebagai dosen UMM, Hutri ingin memaksimalkan potensi dan jaringan yang dimilikinya dengan menghadirkan sebuah tempat yang diproyeksikan bisa menjadi pusat pembelajaraan nonformal di tengah masyarakat pedesaan.

Menurut Hutri, setiap native yang didatangkan tidak terfokus mengajarkan pelajaran secara teknis, melainkan juga berusaha mengenalkan budaya dari negaranya masing-masing. 

Dia menyatakan, dengan mendapatkan pelajaran budaya dari negara Eropa,

photo
Suasana pembelajaran di Pondok Sinau Lentere Anak Nusantara di Kepanjen, Kabupaten Malang, belum lama ini.

diharapkan para siswa bisa lebih mengenal dan mau mempelajari sesuatu yang selama ini dianggap asing.

Hal itu juga bisa menjadi bekal, apabila ada di antara mereka nanti yang ingin meneruskan kuliah di luar negeri. "Pengetahuan tentang budaya lokal itu penting, tapi belajar tentang apa yang ada di luar sana juga menjadi kebutuhan,” ucap Hutri.

Dia menuturkan, keberadaan pondok sinau ditargetkan dapat menumbuhkan minat baca di kalangan anak-anak, termasuk juga menyasar kalangan orangtua. "Kalau aktivitas membaca, reguler bisa setiap hari selepas siswa pulang sekolah. Kita biasa event ini, kita laksanakan satu pekan sekali, biasa hari Jumat sore atau Ahad pagi pas anak-anak tidak ada aktivitas sekolah dan mengaji. Kita punya kluster kelas tematik mulai PAUD sampai lansia," ujar Hutri menceritakan kegiatan di pondok sinau.

Hutri merelakan sebagian rumahnya untuk dijadikan sebagai tempat 'pendidikan nonformal' bagi anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya. Berdiri sejak 4 Februari 2015, ia menginisiasi pembentukan pondok sinau guna meningkatkan taraf pendidikan masyarakat di sekitarnya.

Menurut dia, pada dasarnya anak-anak Indonesia gemar membaca. Hanya saja, selama ini kadang mereka tidak memiliki akses untuk mendapatkan bahan bacaan berkualitas yang sesuai dengan selera mereka.

Hutri sudah membuktikan dengan hadirnya Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara yang hampir setiap hari ramai dikunjungi anak-anak. Bahkan, agenda rutin yang diadakannya selalu menarik minat belasan hingga puluhan anak-anak untuk ikut. “Kalau biasanya rumah baca hanya dimanfaatkan untuk tempat pembelajaran anak-anak, pondok sinau juga menyasar orang dewasa untuk diberdayakan,” kata Hutri.

Hutri menuturkan, ada ribuan buku berbagai tema yang menjadi koleksi di Pondok Sinau Lentera Nusantara. Semua dikumpulkannya sejak menempuh pendidikan sarjana. Berbagai macam buku tersedia dan bisa dipinjam masyarakat. Untuk menghidupkan pondok sinau, ia rutin mengagendakan acara dengan pemateri berbagai latar belakang.

Dia berharap, dengan diadakannya agenda yang bertujuan untuk menumbuhkan 'virus' literasi itulah, masyarakat dapat lebih tercerahkan dalam kehidupannya sehari-hari. Pun bagi mereka yang ingin mendapatkan inspirasi, Hutri mengajak warga untuk menggali ide melalui buku agar dapat mengembangkan potensi guna meningkatkan kesejahteraan di lingkungannya masing-masing.

"Kami ajak mereka untuk membaca buku-buku tentang pertanian, peternakan, dan ekonomi kreatif, tujuannya supaya mereka lebih kreatif dan menciptakan peluang penghasilan,” ujar Hutri.

Satu hal yang ditegaskan Hutri bahwa semua acara yang digelar di Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara tidak ada yang dipungut biaya. Semuanya digratiskan. Dia menegaskan, tujuan utamanya memang hanya ingin memberikan wawasan kepada generasi muda untuk mendapatkan tambahan pendidikan di luar jalur formal. 

Dia menambahkan, kehadiran Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara dirasa penting karena ingin menciptakan sebuah komunitas sosial yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda melek membaca. Pondok sinau didirkan sebagai perwujudan gerakan literasi tematik yang menjadi solusi masalah yang kerap menimpa anak-anak yang tinggal di perkampungan. 

Melihat respons lingkungan sekitar, Hutri merasa gembira dengan perkembangan pondok sinau yang dirintisnya itu. Pasalnya, ia merasakan sebuah perubahan besar yang terjadi di Dusun Pepen, Desa Mojosari dan sekitarnya. Hal itu lantaran kini anak-anak remaja mau menghabiskan waktu luangnya untuk membaca buku dengan mengunjungi Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara. 

Dia pun ingin agar keberadaan pondok sinau bisa menyebarkan efek positif di lingkungan sekitar. Karena itu, ia berupaya mengembangkan berbagai pelatihan yang dirasa menjadi kebutuhan hidup masyarakat. "Adapun kegiatan yang sudah dilakukan (di luar membaca dan belajar), meliputi daur ulang sampah plastik, pelatihan budidaya tanaman organik, penyuluhan kesehatan reproduksi dan ancaman kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menjadikan komunitas ini meraih juara harapan 1 tingkat nasional pada 2017," tutur Hutri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement