Selasa 06 Feb 2018 08:34 WIB

Guru dan Murid Jadi Korban Sistem Pendidikan

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal, saat menjadi pembicara dalam talkshow Pendidikan Masa Depan di Era Digital yang digelar Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (28/11).
Foto:
Sekolah

Selain itu, ia melihat, anak-anak di era ini memerlukan purpose of life, jadi ketika pengajaran harus dikaitkan dengan arti kehidupan kepada anak. Sehingga, penting bagi guru mengetahui latar belakang anak murid.

"Dengan mengetahui latar belakang anak, pengajaran nanti bisa dikaitkan dengan anak itu, itu tantangan pendidik, bagaimana anak dapat melihat pendidikan sebagai penyelesai persoalan-persoalan kehidupannya," kata Rizal.

Menurut Rizal, kondisi itu yang terjadi saat ini, di mana sistem pendidikan malah mengalineasi pendidikan dengan persoalan nyata. Itu membuat pola pikir anak membenarkannya bebuat baik di sekolah, tapi berbuat seenaknya saat di luar sekolah.

Saat itu terjadi split personality, dan ketika personalitas negatif yang muncul, tentu anak bisa lepas kendali. Apalagi, ketika ruang emosi tidak dikelola dengan baik, dan saat itu muncul tentu bisa menghasilkan kekerasan.

Dulu, ia mengingatkan, ada tekanan sosial yang membuat anak tidak berani melawan guru, dan tekanan itu yang menghalangi anak melakukan kejahatan. Sekarang, ketika kognitif terbuka, ketakutan itu semakin berkurang.

Itu banyak dikarenakan anak yang semakin sering mendengar berita kekerasan, yang malah banyak diapresiasi kelompok-kelompok tertentu belakangan ini. Pola pikir anak malah senang karena diberitakan, dicari, seakan menjadi gangster, orang kuat atau sangat laki-laki.

Tanpa sadar, itu mempengaruhi ruang emosi, dan ketika split personality terjadi sangat mungkin kekerasan pula yang muncul. "Jadi, saya melihat guru dan murid jadi korban sistem pendidikan yang ada," ujar Rizal.

Rizal melihat, sistem pendidikan yang dimiliki Indonesia sampai saat ini masih kurang adaptif dengan perubahan yang sangat cepat terjadi. Mulai dari perubahan ke era digital, sampai perubahan informasi yang begitu berlebih.

Penekanan sistem pendidikan yang ada dirasa terlalu terpacu kepada kognitif, apalagi kognitif itu berada di arah level rendah. Sistem pendidikan yang ada kurang menekankan pendidikan karakter dan daya juang.

"Mental kurang, dan kemiskinan aspek itu ada di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan Indonesia, dan ini bisa diisi secara salah melalui efek internet dan globalisasi," kata Rizal. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement