Rabu 31 Jan 2018 08:58 WIB

Bola Panas Masuknya Kampus Asing di Indonesia

Pemerintah akan membatasi jumlah kampus asing di Indonesia.

Rep: Fauziah Mursid, Gumanti Awaliyah / Red: Elba Damhuri
Pendidikan/Ilustrasi
Pendidikan/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai, rencana pemerintah mengizinkan perguruan tinggi asing (PTA) berdiri di Indonesia dapat mengancam keberadaan perguruan tinggi nasional. Karena itu, dia meminta agar pemerintah kembali meninjau rencana PTA masuk di Indonesia.

“Kalau kementerian tiba-tiba memberikan izin kepada perguruan tinggi luar negeri, ini mengancam keberadaan PT nasional kita, termasuk swastanya. Sekali lagi kita minta ke Pak Menteri untuk meninjau kembali plus-minusnya daripada kebijakan itu,” ujar Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/1).

Bambang memahami maksud pemerintah yang berpandangan adanya PTA di Indonesia guna meningkatkan kualitas pendidikan tinggi nasional. Namun, alih-alih meningkatkan kualitas perguruan tinggi, rencana tersebut justru dapat mematikan perguruan tinggi nasional yang ada sekarang, khususnya swasta.

“DPR berharap kebijakan ini tidak mematikan perguruan tinggi yang sudah ada sekarang, justru tugas menteri seharusnya meningkatkan kualitas daripada PT yang ada di Tanah Air,” ujar Bambang.

Dia lebih sependapat apabila upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional dilakukan dengan kerja sama antarlembaga pendidikan asing. “Seharusnya, kalau mau memang menarik, ya kerja sama supaya pendidikan nasional kita bisa terangkat kualitasnya, pertukaran dosen atau pengajar atau profesor PT dunia,” katanya.

Pemerintah berencana mengizinkan PTA berdiri di Indonesia. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) memastikan PTA yang hendak membangun kampus di Indonesia akan diklasifikasi pada perguruan tinggi swasta. Artinya, biaya pendidikan di PTA akan relatif mahal ketimbang perguruan tinggi negeri (PTN), sehingga PTA tidak akan mematikan popularitas PTN.

“Jadi PTA tidak akan kami kontrol, SPP nya pasti mahal. Beda dengan PTN yang SPP-nya kami kontrol dan di PTN tetap ada 20 persen untuk mahasiswa yang kurang mampu sebagai akses agar mendapatkan pendidikan yang berkualitas,” kata Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo.

Rencana mengizinkan kampus asing berdiri di Indonesia langsung menuai protes keras Asosiasi Perguruan Tinggi Asing Indonesia (Aptisi). Aptisi pun mengancam akan melayangkan mosi tidak percaya pada pemerintah. Mosi tidak percaya itu akan menjadi jalan terakhir apabila usulan mengenai regulasi masuknya PTA ke Indonesia tidak dihiraukan pemerintah.

Ketua Umum Aptisi Budi Djatmiko mengatakan, mosi tidak percaya rencananya akan dilakukan oleh seluruh civitas academica PTS seluruh Indonesia dengan titik kumpul di depan gedung DPR. Mosi tersebut khususnya ditujukan kepada Kemenristekdikti dan Presiden Joko Widodo.

“Tapi, keputusan mosi tidak percaya akan bergantung pada rapat Aptisi yang akan digelar pada 31 Januari dan 8 sampai 10 Februari mendatang. Sejauh ini, statement yang kami inginkan ya melakukan mosi tidak percaya,” ujar Budi, Selasa (30/1).

Budi mengingatkan, penolakan Aptisi terkait rencana pemerintah untuk membuka akses PTA ke di Indonesia didasarkan pada alasan yang sangat kuat. Yaitu, saat ini terdapat sekitar dua ribu PTS kecil yang tersebar di seluruh Indonesia yang harusnya didorong terlebih dahulu agar bisa meningkatkan kualitas pendidikannya.

“Nanti kalau angka partisipasi kasar (APK) kita sudah diatas 50 persen, perguruan tinggi asing silahkan masuk. Dan kalau mau adil pemerintah memberikan syarat kepada mereka agar PTS kecil dapat digandeng oleh PT asing biar membantu jauh lebih baik dan berkualitas,” kata Budi.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti pesimistis bisa mewujudkan permintaan Aptisi agar PTA diwajibkan bekerja sama dengan PTS kecil yang belum mapan. Kebijakan itu justru dikhawatirkan hanya akan menjadikan PTA urung mendirikan kampus di Indonesia.

“Pertanyaannya, apakah perguruan tinggi asing itu mau (bekerja sama dengan PTS kecil)? Saya rasa itu masalahnya,” kata Ghufron.

Menristekdikti Mohammad Nasir memastikan, pemerintah tetap akan membatasi perguruan tinggi asing (PTA) yang hendak mendirikan kampus di Indonesia. Rencananya, sebagai permulaan, Kemenristekdikti hanya akan memberikan izin kepada lima hingga 10 PTA.

“Yang pasti antusias perguruan tinggi di luar negeri untuk membuka kampus cabangnya di Indonesia cukup besar, yang antre banyak. Tapi, sebagai permulaan saya akan batasi dulu, cukup lima sampai 10 dulu,” kata Nasir di Jakarta, Selasa (30/1).

Nasir mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah diatur bagaimana akses masuk PTA ke Indonesia. Meski begitu, hingga saat ini belum juga ada PTA yang mendirikan kampusnya di Indonesia.

Karena itu, Kemenristekdikti akan terus mendorong agar PTA bisa masuk ke Indonesia. Meski begitu, perlu ada beberapa hal yang dipertimbangkan agar kualitas dan mutu pendidikan PTA tersebut bisa setara dengan kampus yang berada di negara asalnya.

Selain itu, Kemenristekdikti juga tengah mengatur agar PTA yang datang tidak mematikan PTS dan PTN yang telah berdiri. “Australia sudah minta (untuk bangun kampus di Indonesia). Perguruan tinggi asing yang ingin masuk pun akan diseleksi, tidak sembarangan. Harus diperhatikan betul,” kata Nasir.

Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria berpendapat, masuknya PTA ke Indonesia bukanlah masalah yang besar. IPB tidak melihat PTA tersebut sebagai suatu ancaman yang serius karena memang segmentasinya berbeda.

“Dari sisi positifnya, kehadiran perguruan tinggi asing dapat memberi kesempatan banyak bagi masyarakat kita untuk menjadi mahasiswa di perguruan tinggi asing,” ujar Arif.

Selain itu, Arif menilai, hadirnya PTA di Indonesia bisa menjadi pemacu agar perguruan tinggi lokal lebih berkualitas dan berdaya saing. Meski begitu, menurut dia, pada masa yang akan datang, ada atau tidaknya PTA tidak akan mengubah pola pendidikan yang sudah ada.

“Hal ini karena sebagian besar sudah mengandalkan pembelajaran sistem daring? Akan ada perubahan dari pola pendidikan yang asalnya tatap muka jadi pendidikan jarak jauh kalau di masa yang akan datang,” kata dia. (Pengolah: eh ismail).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement