Rabu 13 Dec 2017 21:46 WIB

Profesor Australia Tertarik Pelajari Pendidikan di Indonesia

Profesor dari Fakultas Pendidikan Monash University, Melbourne, Australia, Marc Puyn, saat berkunjung ke Kulonprogo, Selasa (12/12) lalu.
Foto: dokpri
Profesor dari Fakultas Pendidikan Monash University, Melbourne, Australia, Marc Puyn, saat berkunjung ke Kulonprogo, Selasa (12/12) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Seorang profesor asal Australia, Marc Pruyn, mengungkapkan ketertarikannya untuk mempelajari pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia. Menurut dosen senior dari Fakultas Pendidikan Monash University, Melbourne, tersebut masalah pendidikan yang dijumpainya di Indonesia mirip dengan yang dijumpainya di negara-negara lain.

"Masalah-masalah yang dijumpai pada sistem pendidikan di Indonesia mirip dengan yang saya jumpai di negara-negara lain di dunia, termasuk Australia dan Amerika Serikat. Di antaranya sistem pembelajaran yang terlalu terpusat pada guru, tidak interaktif, serta tidak terhubung pada persoalan sehari-hari," ujar Marc yang ditemui di sela acara kelas berbagi di SD Negeri Rejodani, Sleman, Senin (11/12).

Senin lalu, SD Negeri Rejodani menjadi tuan rumah acara kelas berbagi yang diadakan rutin oleh Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), gerakan pendidikan di Indonesia yang berbasis gerakan akar rumput. Hingga saat ini, GSM telah memiliki puluhan sekolah model yang tersebar di sejumlah wilayah seperti di Provinsi Jawa Tengah, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Konsep dari GSM ialah ingin membawakan konsep yang dibawa bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara secara modern dan milenial.

Setelah berinteraksi dengan sejumlah kepala sekolah dan guru sekolah model GSM, Marc mengaku terkesan karena para guru ternyata banyak memiliki ide-ide segar tentang bagaimana seharusnya sistem pembelajaran di sekolah. "Saya melihat mereka (para guru-Red) sangat antusias dan memiliki banyak ide. Sebelumnya mereka tidak tahu cara menerapkannya dalam keseharian, namun kemudian setelah bergabung dengan GSM mereka mengenal konsep yang sangat praktis untuk melakukan perubahan di sekolah," kata Marc.

Menurut Marc, yang membuat menarik dari GSM adalah keberadaannya yang lebih merupakan sebuah gerakan ketimbang program, bersifat bottom up, dan bercorak demokratis. "Saya kira dengan adanya sedikit dana, GSM berpotensi untuk memperluas cakupannya dan memiliki dampak yang lebih besar di Indonesia," ujar Marc.

Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, mengungkapkan apresiasinya atas kunjungan akademisi asal Australia tersebut. Kedatangan Marc, kata dia, menunjukkan bahwa GSM dipandang telah memberikan solusi atas permasalahan pendidikan di Indonesia yang sering dinilai gagal menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Australia, kata dia, bahkan  bisa belajar mengenai pendidikan berbasis budaya dan nilai-nilai ketimuran dari Indonesia.

Menurut Rizal, konsep yang coba ditawarkan GSM adalah bahwa pendidikan masa depan itu dibangun melalui empat framework, yakni menekankan pendidikan karakter dan kompetensi, pengajaran inovatif berbasis teknologi, menciptakan lingkungan belajar yang positif, serta terhubung dengan persoalan sosial dan nyata.

"Aplikasinya ada empat. Yang pertama menciptakan ruang emosi dan gerak yang seimbang baik di kelas dan sekolah. Kedua, menciptakan interaksi yang hangat demokratif dan partisipatif di antara guru, murid, dan sekolah. Ketiga, membangun lingkungan yang mendorong anak agar merasa bergairah untuk sukses. Keempat, pembelajarannya terhubung dengan persoalan nyata," kata Rizal.

Selain melakukan wawancara dan berkunjung ke sekolah-sekolah model GSM, Marc juga mendampingi GSM menggelar workshop kepada sebanyak 65 SMP di Kulonprogo. Rencananya, Marc akan menuliskan hasil penelitiannya tentang GSM dan perannya terhadap pendidikan di Indonesia tahun depan dalam bentuk jurnal internasional. 

"Saya berharap model kerja sama pendidikan seperti ini bisa meningkatkan kualitas hubungan bilateral kedua negara tetangga," ujar Rizal.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement