Selasa 17 Oct 2017 09:41 WIB

Pertumbuhan Publikasi Ilmiah Indonesia Tinggi

Rep: umi nur fadhilah/ Red: Esthi Maharani
Menristekdikti, Mohamad Nasir.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menristekdikti, Mohamad Nasir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islamic World Science Citation Center (ISC) menyebut Indonesia memiliki pertumbuhan publikasi ilmiah tinggi dalam 17 tahun terakhir. ISC adalah salah satu lembaga pengindeks publikasi ilmiah internasional menerbitkan data pertumbuhan publikasi ilmiah dunia, khususnya publikasi ilmiah anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

"Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan publikasi ilmiah yang sangat tinggi yakni sebesar 1.567 persen dalam jangka waktu 17 tahun," kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (16/10).

Ia menjabarkan pertumbuhan publikasi ilmiah Indonesia, 15 kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata publikasi dunia. Secara umum, negara anggota OKI mengalami pertumbuhan publikasi ilmiah sebesar 666 persen dalam 17 tahun. Sedangkan pertumbuhan publikasi ilmiah secara global, sebesar 105 persen pada periode yang sama.

Ia menuturkan, berdasarkan data ISC, prestasi publikasi ilmiah Indonesia, terlihat dari kontribusi Indonesia pada total publikasi ilmiah dunia. Ia menjabarkan Indonesia hanya mampu menyumbang 0,04 persen dari total publikasi ilmiah dunia pada 2000. Namun, Indonesia berhasil berkontribusi bagi 0,36 persen total publikasi ilmiah dunia pada 2016.

"Pertumbuhannya lebih dari sembilan kali lipat," ujar Nasir.

Mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu berujar, berdasarkan catatan ISC mulai 2000 hingga 2016, publikasi ilmiah Indonesia berkembang pesat di berbagai bidang ilmu. Di bidang ilmu pertanian publikasi ilmiah Indonesia tumbuh sebesar 902 persen, teknik dan teknologi sebesar 4.402 persen, ilmu budaya sebesar 3.167 persen, kedokteran dan ilmu kesehatan sebesar 1.156 persen, bidang ilmu alam sebesar 1.164 persen, dan ilmu Sosial sebesar 2.547 persen.

Kendati demikian, Nasir menganggap indikator jumlah publikasi secara kuantitas belum menjamin perkembangan ilmu pengetahuan di negara tersebut. Menurutnya, banyak faktor lain dari publikasi ilmiah butuh perhatian, seperti, dampak ilmiah, rujukan, diplomasi ilmiah, dampak ekonomi, inovasi dan dampak teknologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement