Selasa 23 May 2017 18:00 WIB

Bahasa Indonesia Penting untuk Dibina

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima. Ilustrasi
Foto: Priyantono Oemar/ Republika
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebudayaan Prof Wardiman Djojonegoro mengatakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatuan penting untuk diperkuat dan dibina untuk memupuk rasa persatuan dan sepenanggungan masyarakat Indonesia.

"Bahasa Indonesia perlu untuk membangun identitas bersama sebagai satu bangsa yang penuh keragaman dalam bahasa dan budaya," kata dia saat seminar nasional Kebhinnekaan di Atas Keberagaman di Jakarta, Selasa (23/5).

Dia mengatakan dalam situasi sekarang ini, di mana semua orang dapat mengemukakan pendapatnya melalui media sosial sehingga banyak menimbulkan petentangan, bahasa Indonesia dapat menjadi salah satu penolong untuk menyatukan kembali masyarakatnya. "Memang bahasa tidak menolong banyak, tetapi bahasa dapat mendorong identitas bersama dan kebersamaan sebagai bangsa Indonesia," kata dia.

Dia meminta masyarakat kembali berkaca pada peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928, di mana para pemuda dari latar yang berbeda-beda rela meninggalkan kesukuannya dan mengakui satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.

Saat itu di masyarakatnya masih menggunakan bahasa campur-campur, untuk bahasa pergaulan mereka menggunakan Bahasa Melayu sedangkan bahasa resmi menggunakan Bahasa Belanda. Demi menggapai kemerdekaan mereka harus bersatu dan memilih Bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, padahal saat itu penutur Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda adalah terbanyak.

"Pemuda waktu itu rela mengorbankan kedaerahannya untuk sesuatu yang lebih tinggi, berada dalam satu naungan Indonesia," tuturnya.

Meski telah dinyatakan berbahasa satu Bahasa Indonesia, namun penggunaan Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional baru dimulai ketika masa pendudukan Jepang pada 1942. Jepang mengeluarkan dekrit bahwa Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar resmi dan bahasa sehari-hari.

Namun setelah merdeka, dan saat ekonomi Indonesia berkembang, iklan dan properti bermunculan, mulailah penggunaan bahasa Inggris merajalela. Hal itu membuat pemerintah pada 1995 mencanangkan Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar.

"Namun, sayangnya setelah berganti pemerintahan dan sistem menjadi demokrasi wilayah, maka usaha memakai Bahasa Indonesia menjadi luntur dan kembali lagi Bahasa Inggris digunakan di dalam periklanan, penamaan daerah maupun penamaan instansi," ujarnya.

Oleh sebab itu, dia berharap kepada pihak terkait untuk secara resmi menjadikan kembali Bahasa Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement