Selasa 29 Nov 2016 18:25 WIB

Ini Kata Pelajar di Padang tentang Moratorium UN

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Andi Nur Aminah
Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Rencana penghapusan sementara (moratorium) Ujian Nasional (UN) mengundang berbagai pro dan kontra dari masyarakat. Tidak terkecuali di kalangan pelajar sendiri yang akan menjalaninya. Riski Martua Hutahayan (17), siswa kelas XII SMA Don Bosco Padang, mengaku tidak setuju jika UN dihapuskan.

Menurutnya, UN merupakan parameter pemerataan pendidikan. "Kalau dihapus bisa memicu ketidakadilan di sekolah-sekolah yang ada dipelosok," kata Riski kepada Republika.co.id, Selasa (29/11).

Terkait UN yang kerap dianggap sebagai momok, Riski mengatakan hal itu tidak akan terjadi jika UN dihadapi dengan persiapan yang cukup dan matang. Riski sendiri mengaku telah mempersiapkan diri menghadapi UN dengan mengikuti les tambahan baik di sekolah maupun di luar jam sekolah.

Lain halnya dengan Dwi Salsabila (17), siswi kelas XI SMA N 2 Padang. Dwi mengaku lega UN dihapuskan. Sebab UN selama ini dinilai cukup menakutkan. Pasalnya, hasil UN dijadikan sebagai penentu kelulusan murid setelah tiga tahun menempuh pendidikan. "Rasanya tidak adil kalau kelulusan hanya ditentukan dari UN yang dilangsungkan beberapa hari padahal sekolahnya tiga tahun," kata Dwi.

Karena itu pula, menurut Dwi segala cara ditempuh agar bisa melewati hari-hari UN yang menegangkan tersebut. Termasuk cara-cara curang dengan menjual kunci jawaban. Dwi menilai banyak dampak negatif dari pelaksanaan UN jika dijadikan sebagai penentu kelulusan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement