Senin 17 Jun 2019 16:49 WIB

Dosen Unissula Bahas SDM Bidan di Kanada

Bidan adalah pemain utama dalam upaya mengurangi kematian ibu yang dapat dicegah.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Hanifatur Rosyidah SSiT MPH, dosen Prodi Kebidanan Unissula (tengah berjilbab) menjadi pembicara di konferensi kebidanan di Vancouver, Kanada.
Foto: Dokumen.
Hanifatur Rosyidah SSiT MPH, dosen Prodi Kebidanan Unissula (tengah berjilbab) menjadi pembicara di konferensi kebidanan di Vancouver, Kanada.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dosen Program Studi (Prodi) Kebidanan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah, berkesempatan menjadi salah satu pembicara dalam Simposium Kebidanan Global ke-empat yang diselenggarakan di Vancouver, Kanada.

Hanifatur Rosyidah SSiT MPH, menyampaikan gagasannya berkaitan dengan pentingnya peningkatan profesionalisme ilmu serta sumber daya manusia (SDM) kebidanan tingkat internasional, dalam forum yang dipandu oleh beberapa badan PBB. Seperti United Nations Population Fund (UNFPA) dan (World Health Organization (WHO) beserta International Confederation of Midwives (ICM) tersebut.

Menurut Hani, panggilan akrab Hanifatur Rosyidah, simposium tersebut adalah rangkaian kegiatan pra konferensi women deliver, yang merupakan konferensi terbesar dunia tentang kesetaraan gender dan kesehatan, hak, dan kesejahteraan perempuan.

Tujuan simposium ini menyerukan untuk mengupayakan lingkungan yang dapat mendukung pelayanan bidan profesional serta membahas pentingnya berinvestasi dalam pendidikan dan peraturan kebidanan. “Pada dasarnya, ketika bidan dididik dengan standar internasional, maka bidan dapat mencegah lebih dari 80 persen dari semua kematian ibu dan bayi baru lahir,” ungkapnya, di Semarang.

Jika ingin meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, lanjutnya, maka perlu memastikan terlebih dahulu bahwa semua komponen quality assurance telah ada. Yakni meliputi peralatan dan fasilitas yang memadai, adanya sistem monitoring dan evaluasi, adanya pedoman-pedoman atau SOP serta adanya pelatihan dalam meningkatkan keterampilan bidan.

Ia juga menyampaikan, lingkungan yang memungkinkan praktik bidan ini meliputi kemampuan untuk bertanggung jawab atas keputusan independen dalam ruang lingkup praktik yang telah diatur, infrastruktur kesehatan fungsional dengan sumber daya manusia, dukungan, peralatan, dan persediaan yang memadai.

“Termasuk akses ke konsultasi, kolaborasi, dan rujukan yang tepat waktu dan diakui, keselamatan dari hal- hal yang membahayakan baik fisik dan emosional, dan kompensasi yang adil,” ungkapnya. Hani menambahkan ICM telah melakukan pekerjaan luar biasa dalam menyediakan dokumen-dokumen penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan.

Sehingga masing-masing negara hanya perlu mentransfernya ke bahasa lokal serta melakukan advokasi dan implementasi. Ia menambahkan, pembicara lain dalam forum symposium ini adalah Arthur Erken dari UNFPA, yang menyampaikan, bidan adalah pemain utama dalam upaya mengurangi kematian ibu yang dapat dicegah. “Oleh karenanya, ia mendorong semua negara berinvestasi pada peningkatan SDM kebidanan,” jelasnya.

Senada dengan Arthur,  Anneka Knutsson, pakar kesehatan reproduksi dan seksual UNFPA mendorong pentingnya investasi pada SDM kebidanan, karena dunia dan wanita akan sangat membutuhkan.

Sementara itu moderator yakni presiden asosiasi bidan dunia, Franka Cadee menyimpulkan, investasi dalam pendidikan, regulasi dan dukungan terhadap bidan dapat mencegah sebagian besar kematian ibu dan bayi.

“Maka setiap bidan harus memiliki kesempatan untuk bekerja di lingkungan yang memungkinkan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,” tegas Cadee, dalam simposium yang juga menyerukan implementasi prioritas rencana aksi untuk memperkuat pendidikan kebidanan yang diuraikan dalam Framework for Action-Strengthening Quality Midwifery Education for Universal Health Coverage 2030 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement