Rabu 16 May 2018 22:57 WIB

Pengamat: Kritik KPAI tak Solutif

Pernyataan KPAI soal radikalisme hanya akan memperkeruh suasana

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
KPAI
Foto: dok KPAI
KPAI

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengamat Pendidikan dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad menilai, kritik yang dilontarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait deteksi dini radikalisme di sekolah tidak solutif. Karena pendidikan, jelas Suparji, pada dasarnya telah memiliki sistem yang berdasar pada ideology dan konstitusi.

"Pernyataan tersebut seharusnya tidak perlu dikemukakan. Karena hanya akan memperkeruh suasana dan bukan sesuatu yang solutif. Selain itu, pernyataan tersebut tidak terukur apa yang dimaksud kepekaan terhadap radikalisme," ungkap Suparji saat dihubungi Republika, Rabu (16/5).

Dalam situasi seperti ini, lanjut Suparji, sebaiknya evaluasi ditujukan secara menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Misalnya, kata dia, suatu lembaga atau perseorangan mengukur sendiri apakah dirinya sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk turut melindungi dan mencerdaskan anak bangsa atau belum.

"Begitu pun KPAI, sejauh mana KPAI berperan dalam mencerdaskan anak bangsa?" tegas Suparji.

Dia menilai, evaluasi diri seperti itu akan lebih efektif ketimbang mengkritisi pihak lain. Dengan evaluasi diri juga dia meyakini, akan bisa menimbulkan kesadaran untuk saling menghormati dan meminimalisasi ketersinggungan antarkelompok.

Sebelumnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik sistem pendidikan dan sekolah di Indonesia yang tidak membangun kepekaan dalam menghadapi radikalisme. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, sistem pendidikan Indonesia tidak kritis dan tidak membangun ketajaman dalam berpikir.

Ia mencontohkan pelaku bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur, Dita Supriyanto (47 tahun) saat duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) sudah menunjukkan bibit radikalisme dengan tidak mau upacara, enggan hormat bendera. Namun, kata dia, sikap seperti itu dibiarkan pihak sekolah.

"Itu seharusnya tidak terjadi di sekolah. Andaikan ketika itu ada upaya inisiasi dari guru-gurunya melakukan pendekatan dan memperbaiki ideologi pelaku mungkin tidak akan terjadi bom ini," ujarnya saat konferensi pers dalam rangka menyikapi modus baru kejahatan terorisme, diJakarta, Selasa (15/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement