Selasa 30 Jan 2018 13:14 WIB

Ketua DPR Keberatan PT Asing Bisa Bangun Kampus di Indonesia

Kebijakan ini dinilai bisa mematikan perguruan tinggi nasional, khususnya swasta.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Ketua DPR Bambang Soesatyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai rencana pemerintah mengizinkan perguruan tinggi asing (PTA) berdiri di Indonesia dapat mengancam keberadaan perguruan tinggi nasional. Karenanya ia meminta agar pemerintah kembali meninjau rencana PTA masuk di Indonesia.

"Kalau kementerian pendidikan tiba-tiba memberikan izin kepada perguruan tinggi luar negeri, ini kan mengancam keberadaan PT nasional kita, termasuk swastanya. Sekali lagi kita minta ke Pak Menteri untuk meninjau kembali plus minusnya daripada kebijakan itu," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (30/1).

Bambang mengaku memahami maksud pemerintah adanya PTA di Indonesia agar meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun alih-alih meningkatkan, rencana tersebut  justru dapat mematikan perguruan tinggi nasional yang ada sekarang, khususnya swasta.

"DPR berharap kebijakan ini tidak mematikan perguruan tinggi yang sudah ada sekarang, justru tugas menteri seharusnya meningkatkan kualitas daripada PT yang ada di Tanah Air," ujar Bambang.

Ia lebih sependapat jika untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional dengan kerja sama antarlembaga pendidikan asing. "Seharusnya kalau mau memang menarik ya kerja sama supaya pendidikan nasional kita, bisa terangkat kualitasnya, pertukaran dosen atau pengajar atau profesor PT dunia," katanya.

Pemerintah berencana mengizinkan PTA berdiri di Indonesia. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) memastikan PTA yang hendak membangun kampusnya di Indonesia akan diklasifikasikan pada perguruan tinggi swasta. Artinya, biaya pendidikan di PTA akan relatif mahal ketimbang perguruan tinggi negeri (PTN), sehingga PTA tidak akan mematikan popularitas PTN.

"Jadi PTA tidak akan kami kontrol, SPP nya pasti mahal. Beda dengan PTN yang SPP nya kami kontrol, dan di PTN tetap ada 20 persen untuk mahasiswa yang kurang mampu sebagai akses agar mendapatkan pendidikan yang berkualitas," kata Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo usai konferensi pers terkait Kebijakan Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Jakarta, Senin (29/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement