Selasa 19 Dec 2017 19:54 WIB

Inilah Kiat Menangkal Berita Hoaks di Media Sosial

Berita hoax  dan sejenis perlu ditangkal bersama. Tampak suasana diskusi literasi media sosial di kampus YAI Senin (18/12)
Foto: dok hiru muhammad
Berita hoax dan sejenis perlu ditangkal bersama. Tampak suasana diskusi literasi media sosial di kampus YAI Senin (18/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan pendidikan perlu mengembangkan kurikulum literasi dalam mata pelajaran di sekolah guna menangkal berkembangnya informasi negatif ataupun hoaks di media sosial saat ini. 

Saat ini upaya pencegahan berita negatif, hoaks atau sejenis tidak hanya dilakukan pemerintah saja. Melainkan juga melibatkan kalangan pendidikan yang bisa dilakukan di sekolah hingga perguruan tinggi.

"Ini penting bagi siswa sekolah supaya mereka bisa bedakan mana informasi yang bermanfaat atau tidak," kata Gun gun suwadi, staf ahli menteri bidang komunikasi dan media massa Kemenkominfo disela diskusi Literasi Media Sosial di Kampus YAI, Senin (18/12). 

Menurutnya, kurikulum literasi itu tidak dalam bentuk mata pelajaran khusus. Namun, bisa disisipkan ke mata pelajaran yang lain relevan.

Kurikulum tersebut bisa diberikan kepada siswa sekolah menengah pertama sampai perguruan tinggi. Hal ini akan mendorong peran masyarakat untuk meningkatkan literasi terhadap media sosial. Kementerian pendidikan sendiri sudah menyadari masalah ini. "Ini aksi nyata untuk mencegah info negatif di medsos," kata Gun gun. 

Menurut catatan Kominfo terdapat 773 ribu konten negatif, porno, kebencian atau radikal di media sosial yang berhasil diblokir. Apabila informasi hoaks atau negatif beredar luas di media sosial, dapat digunakan negara lain untuk menguasai Indonesia dengan cara proxy war melalui media sosial. Hal itu sangan dimungkinkan karena besarnya peran media sosial sebagai sarana sosialisasi.

Pola lain yang dapat digunakan untuk mengatasi info negatif atau kabar hoaks ini adalah dengan mengembangkan science communications. Saat ini masyarakat mengalami gelisah dengan kabar bohong, berita hoaks atau post truth yang bebas beredar di media sosial. "Ini banyak digunakan mereka yang berkuasa atau punya uang untuk berebut pengaruh," kata Profesor Ibnu Hamad, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Persada Indonesia YAI.

Informasi post truth antar lain memiliki ciri pengaburan fakta, penyampaian informasi yang isinya tidak benar, pemelintiran informasi atau mencari pembenaran dengan data yang dimiliki. Post truth banyak digunakan untuk tujuan membangun kesan tertentu ketimbang memberikan penjelasan. 

Post truth adalah upaya menampilkan gambaran sesuai dengan versi sendiri. Sehingga fakta yang disampaikan hanya mengacu kepada kepentingannya sendiri. Kini sudah saatnya masyarakat mengembangkan pemikiran dengan dasar science communications atau dasar ilmiah untuk memecahkan masalah komunikasi yang terjadi. "Ini penting untuk melawan berita bohong," kata Ibnu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement