Ahad 03 Dec 2017 10:23 WIB

Peneliti IPB Dukung Bogor sebagai Kota Ramah Air

Kampus IPB
Foto: Faiz Zuhad Mushoffi
Kampus IPB

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar focus group discussion (FGD) untuk benchmarking, mengetahui pada level berapa kota Bogor, Cibinong, dan Sentul City berada di standar "Water Sensitive City". FGD visioning dilakukan di Pulo Geulis (25/11) dan di Griya Katulampa (26/11) untuk memetakan beberapa potensi air yang ada untuk perencanaan ke depan berbasis masyarakat.

Siaran pers IPB yang diterima Republika.co.id, Sabtu (2/12) menyebutkan, Water Sensitive Cities - Kota Sensitif Air atau bisa disebut juga sebagai Kota Ramah Air adalah suatu konsep kota di  masa yang akan datang di mana tidak hanya memenuhi kebutuhan air perkotaan, tetapi bagaimana sumberdaya air sekaligus memberi manfaat untuk meningkatkan kenyamanan tinggal di kota tersebut dan kota yang memiliki kelentingan (resilient) dan memiliki daya tahan terhadap air. Kota yang ramah air adalah kota yg tidak kebanjiran di musim hujan dan tidak mengalami kekeringan di musim kemarau.

Melalui FGD dapat diformulasikan solusi ke depan. Rangkaian kegiatan kali ini dilakukan melalui training, FGD dan Learning Alliance yang berlangsung pada tanggal 24-30 November 2017. Kegiatan digelar di Kampus IPB Dramaga maupun kegiatan FGD yang langsung ke lokasi; Pulo Geulis dan Griya Katulampa Kota Bogor.

Penelitian kerja sama antara IPB,  UI dan Monash University (MU) ini terangkum pada topik penelitian "Air Perkotaan - Kota Ramah Air" dimulai dari 2016-2019. Cluster Penelitian Air ini merupakan merupakan salah satu cluster dari lima cluster riset dalam kerja sama di the Australia Indonesia Centre (AIC).

 

Cluster riset air perkotaan diketuai oleh Prof  Dr  Hadi Susilo Arifin  (IPB) serta Prof Diego Ramirez (MU) dan Prof Dwita (UI).  Terlibat 35 peneliti akademisi dan 35 mahasiswa pascasarjana dari ketiga perguruan tinggi tersebut. “Penelitian ini melibatkan stakeholders dengan pendekatan sinergi PENTAHELIX, terdiri dari akademisi, pebisnis/industri, pemerintah daerah/pusat, komunitas masyarakat, dan media untuk menyebarkan hasil dan publikasi,” kata Prof Hadi Susilo.

Ia menambahkan,  kegiatan studi dan penelitian strategis ini bertujuan untuk mengembangkan jalur sosio-cultural-teknis agar kota-kota di Australia dan Indonesia dapat melompat jauh ke depan (disebut dengan lompatan katak atau leap frogging) menuju ke kepekaan sumberdaya air melalui penelitian lintas disiplin ilmu.

 

Bogor yang terkenal dengan sebutan Kota Hujan, sangat strategis sebagai wilayah penelitian. “Ke depan diharapkan tidak ada lagi sebutan sebagai pengirim air banjir ke Jakarta, atau sebaliknya saat manajemen air sudah baik (ketersediaan air baku) maka semua masyarakat dapat mengakses air dengan baik apakah sebagai air minum, kebutuhan MCK, kebutuhan industri dan pariwisata dan sebagai pemberi jasa lingkungan,” papar Prof Hadi Susilo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement