Selasa 05 Sep 2017 20:13 WIB

Kemenristekdikti Siap Fasilitasi Merger Perguruan Tinggi

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Patdono Sumignjo
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Patdono Sumignjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyatakan kesiapannya memfasilitasi merger perguruan tinggi swasta (PTS). “Sekarang merger kita dukung, maka perguruan tinggi yang akan merger kita fasilitasi,” kata Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Selasa (5/9).

Ia menegaskan merger merupakan program pemerintah untuk mengurangi jumlah perguruan tinggi di Indonesia. Sebab, ia menyebut Indonesia memiliki jumlah perguruan tinggi banyak banyak. “Harus kita kurangi, salah satu jalannya merger,” ujar Patdono.

Kendati demikian, ia tidak menampik merger perguruan tinggi memiliki sejumlah kendala di lapangan. Seperti, tidak samanya akreditasi perguruan tinggi yang akan bergabung, berubahnya nama yayasan suatu perguruan tinggi, permasalahan aset pajak masing-masing perguruan tinggi.

Patdono mengaku telah berkoordinasi dengan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk mengatasi persoalan perbedaan akreditasi perguruan tinggi yang ingin merger. Ia pun mengatakan tidak perlu perbaikan regulasi untuk merger. “Kita kumpulkan problemnya apa, sedang dibetulkan,” jelasnya.

Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Safuddin menilai pemerintah harus memperjelas konsep merger. “Saya melihat merger itu ide yang bagus, tetapi konsepnya harus jelas,” kata dia.

Asep menyarankan pemerintah mulai memetakan kondisi dan persoalan yang ada pada perguruan tinggi. Kemudian, pemerintah diminta membuat kriteria kampus yang bisa dan akan digabung.

Selain itu, ia meminta pemerintah membahas dengan yayasan. Ia mengatakan merger secara teknis dilkukan per wilayah dan dikaitkan dengan grand design sains dan teknologi nasional berbasis kekuatan daerah. “Regulasi itu kan dibuat pemerintah, bila perlu bikin saja regulasi baru,” ujar Asep. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement