Senin 17 Oct 2016 15:18 WIB

Peneliti Masih Dianggap Pekerjaan Kurang Menjanjikan

Rep: Christiyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang peneliti HIV/AIDS di Amerika.
Foto: AP
Seorang peneliti HIV/AIDS di Amerika.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Minat masyarakat untuk berkarier sebagai peneliti disebut masih rendah. Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ocky Karna Radjasa, mengatakan kondisi tersebut berdampak pada menurunnya tingkat inovasi di Tanah Air.

"Peneliti belum dipandang sebagai pekerjaan yang menjanjikan di mata masyarakat Indonesia," ujar Ocky saat mengisi Seminar Nasional dan Produk di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (17/10).

Oleh karena itu bergabungnya kemristek dan dikti diharapkan membuka optimisme penataan teknologi yang lebih menjanjikan utamanya di perguruan tinggi.  Saat ini, Indonesia memiliki 1.071 peneliti tiap satu juta penduduk. Jumlah ini terpaut jauh jika dibandingkan Korea  Selatan yang memiliki delapan ribu peneliti dan Singapura dengan tujuh ribu peneliti per satu juta penduduk.

Untuk menggairahkan iklim berinovasi, tahun ini Kemenristekdikti mematok sejumlah target. Di antaranya 6.229 publikasi internasional dan 1.735 hak paten. "Sekarang menurut catatan kami  para peneliti Indonesia sudah menulis tujuh ribu publikasi," ungkapnya.

Dari Pagu APBN sebesar Rp 40,63 triliun untuk Kemeristekdikti, sebanyak Rp 1,365 triliun dialokasikan untuk kepentingan riset. Ocky juga mendorong kepada para dosen dan peneliti agar tak ragu mengajukan hak paten. Karena, UU Nomor 13/2016 tentang Paten menjamin peneliti memperoleh royalti yang layak.

Berdasarkan Global Competitiveness Index, peringkat inovasi perguruan tinggi di Indonesia menurun. Pada 2014 Indonesia berada di urutan 34 sedangkan pada 2015 merosot ke peringkat 37. Sebanyak 60 market inovasi Indonesia didominasi oleh Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang. "Market size kita menonjol ke luar tapi inovasi menurun," ujar dia.

Terdapat empat komponen yang mendapat rapor merah yaitu ketersediaan teknologi terkini, foreign direct investment and technology transfer, ketersediaan peneliti dan insinyur, serta kapasitas inovasi. Tersendatnya inovasi juga tak lepas dari kegemaran impor pemerintah Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement