Rabu 07 Sep 2016 16:57 WIB

ITS Tambah Tiga Guru Besar

Rep: Binti Sholikah/ Red: Fernan Rahadi
ITS
ITS

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya akan menambah guru besar sebanyak tiga orang. Sehingga, total guru besar ITS akan menjadi 115 guru besar.

Ketiganya yakni Aulia Siti Aisjah dari jurusan Teknik Fisika, Kuswandi dari jurusan Teknik Kimia, dan Muhammad Sigit Darnawan dari jurusan D3 Teknik Sipil. Masing-masing akan dikukuhkan sebagai guru besar ITS ke-113, 114, dan 115 di Grha Sepuluh Nopember ITS pada Rabu (7/9) hari ini.

Aulia akan menjadi profesor perempuan pertama pada bidang pendidikan teknik fisika di Indonesia. Selama ini keilmuan teknik fisika banyak diterapkan di bidang industri. Namun, Aulia justru memilih untuk berkontribusi lebih dalam bidang pembangunan maritim di Indonesia.

“Saya menggeluti bidang pengendalian kelautan sejak 2004, sehingga hampir semua penelitian dan paper yang saya buat tentang kelautan,” jelas guru besar ke-2 di Jurusan Teknik Fisika ITS ini kepada wartawan di gedung Rektorat ITS, beberapa waktu lalu.

Wanita asal Magetan ini merupakan lulusan S1 dari jurusan Teknik Fisika, S2 dari jurusan Teknik Elektro, dan kemudian meraih gelar doktor dari jurusan Teknik Kelautan. Ketiga jenjang tersebut semuanya ia tempuh di ITS.

Sementara Kuswandi akan diangkat sebagai profesor ke-14 di Jurusan Teknik Kimia ITS. Dalam orasi ilmiahnya, Kuswandi akan menyampaikan tentang Aplikasi Kesetimbangan Fase Dalam Berbagai Satuan Operasi Teknik Kimia. “Saya mengembangkan penelitian ini selama tiga tahun sejak 1997 lalu kala menempuh pendidikan S2 dan S3 di Prancis,” jelas pria asal Sumenep Madura tersebut.

Menurut Kuswandi, penelitiannya merupakan metode baru untuk menyetimbangkan fase untuk meningkatkan kemurnian zat. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisa untuk merancang alat yang dibutuhkan oleh dunia industri.

Kuswandi mengklaim, dibandingkan dengan metode lain, metode hasil penelitiannya tersebut dapat meningkatkan kemurnian zat lebih tinggi. Saat ini, metodenya sudah kerap diaplikasikan di berbagai sektor industri. “Beberapa di antaranya adalah pada industri gas alam dan minyak astiri,” ujarnya.

Sedangkan Muhammad Sigit akan dikukuhkan sebagai salah satu guru besar dalam bidang ilmu struktur beton. Dosen Jurusan Diploma Teknik Sipil ITS ini tengah melakukan penelitian mengenai masalah struktur beton bertulang di air laut. Ia menawarkan beton geopolimer sebagai solusi mengatasi masalah korosi beton di air laut.

Menurutnya, selama ini beton yang dibuat dari semen dengan proses hidrasi umumnya mudah retak sehingga mengakibatkan zat penyebab korosi lebih cepat masuk. “Sedangkan beton geopolimer dibuat dengan proses polimerisasi menggunakan abu terbang (fly ash), yakni limbah industri pembangkit listrik,” tutur pria asal Purworejo, Jawa Tengah tersebut.

Ia menyayangkan, di Indonesia abu terbang saat ini masih dikategorikan sebagai limbah. Ia mengaku sedang berusaha untuk mengusulkan kepada pemerintah agar menghapus peraturan tersebut. Selain itu, Sigit juga tengah mengembangkan penelitian untuk mengatasi kendala waktu pengikatan abu terbang yang sebentar. “Tak heran, saat ini penelitian hanya bisa dilakukan dalam skala laboratorium dan belum bisa dibuat massal,” kata Sigit.

 

ed: fernan rahadi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement