Selasa 04 Aug 2015 13:25 WIB

Indonesia Masih Kekurangan Peneliti

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menjadi negara besar dengan penelitian dan inovasi yang kuat, Indonesia memerlukan dukungan sumber daya penelitian yang kuat. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengatakan di bidang SDM, ujar dia, jumlah peneliti dan perekayasa kita masih sangat minim dibandingkan negara-negara maju.

"Pada tahun 2013, jumlah peneliti dan perekayasa di lembaga litbang hanya sekitar 11.234 orang, sedangkan pengajar atau peneliti di perguruan tinggi negeri dan swasta jumlahnya sekitar 120.492 orang," ujarnya dalam Rakornas Kemenristekdikti di Jakarta, Selasa, (4/8).

Dengan kata lain, secara keseluruhan hanya ada sekitar 529 peneliti dari setiap 1 juta jiwa penduduk. Ini masih sedikit. Tantangan klasik yang kerap menerpa lembaga penelitian di Indonesia adalah keterbatasan dana. Akselerasi perkembangan riset dan teknologi di Indonesia tidak sepesat di negara-negara maju yang memiliki kemampuan menyediakan dana riset yang tinggi.

Rata-rata alokasi anggaran riset di Indonesia hanya berkisar 0,08 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal  menurut  rekomendasi United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO), rasio anggaran Iptek yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB.

Persentase anggaran untuk kegiatan riset, kata Puan, sejauh ini masih didominasi anggaran pemerintah yaitu 81,1 persen, sedangkan swasta 14,3 persen dan perguruan tinggi 4,6 persen. Upaya pemerintah dalam mengoptimalkan riset dan teknologi dengan menggabungkan urusan riset dan teknologi dengan urusan pendidikan tinggi.

Penggabungan itu untuk memacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Latar belakang yang mendorong asimilasi kedua sektor tersebut adalah agar karya-karya yang dihasilkan perguruan tinggi tidak berhenti menjadi arsip saja, namun diharapkan dapat menjadi solusi konkrit untuk menjawab permasalahan masyarakat melalui jalur implementasi.

Selain itu,  lanjutnya, alokasi anggaran riset akan bisa ditopang oleh anggaran pendidikan tinggi dan kedua sektor dapat berjalan dengan sinergi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement