Rabu 10 Jun 2015 01:38 WIB

Ini Kritikan Penyelenggaraan SBMPTN Tunanetra di Bandung

Rep: c01/ Red: Dwi Murdaningsih
 Para peserta mengerjakan soal SBMPTN di Kampus ITB, Jl Ganeca, Kota Bandung, Selasa (9/6).  (Republika/Edi Yusuf)
Para peserta mengerjakan soal SBMPTN di Kampus ITB, Jl Ganeca, Kota Bandung, Selasa (9/6). (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Tim Kelompok Kerja Perumus Kebijakan Pendidikan Kota Bandung memantau jalannya Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2015 bagi penyandang tuna netra yang berlangsung pada Selasa (9/6). Dari hasil pemantauan, tim tersebut menyusun beberapa rekomendasi berdasarkan kekurangan yang ditemukan dalam penyelenggaraan ujian bagi penyandang tuna netra tersebut.

Anggota Tim Kelompok Kerja Perumus Kebijakan Pendidikan Kota Bandung, Dante Rigmalia, menilai ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam penyelenggaraan SMBPTN untuk para tuna netra. Hal pertama yang ia perhatikan pada penyelenggaraan SBMPTN 2015 untuk penyandang tuna netra ialah mengenai ruang ujian. Mengingat soal ujian tidak menggunakan huruf braile, tiap peserta didampingi oleh seorang reader yang membacakan soal. Untuk itu, diperlukan satu ruangan yang dapat menciptakan suasana yang kondusif.

Akan tetapi, di awal penyelenggaraan ujian, 10 peserta penyandang tuna netra ditempatkan di satu ruangan yang sama. Dante menilai hal itu tidak akan kondusif bagi para peserta karena suara antar-reader yang ada di ruangan tersebut akan beradu dan mengganggu konsentrasi tiap peserta.

Untuk itu, Dante meminta agar 10 peserta penyandang tuna netra tersebut dipisah ke dalam dua ruangan. Meski sudah dipisah ke dalam dua ruangan, Dante menilai suara para-reader yang ada di dalam satu ruangan tetap bergema seperti suara lebah.

"Anak penyandang tuna netra juga perlu ekualitas seperti anak lain, sunyi-senyap saat ujian, yang ada hanya suara reader saja," terang Dante di ruang tes bagi peserta tuna netra di Labtek 7 lantai 4 Institut Teknologi Bandung (ITB), Selasa (9/6).

Selain itu, Dante juga menilai untuk peserta penyandang tuna netra seharusnya tidak ditempatkan di lantai empat. Pasalnya, peserta penyandang tuna netra memiliki hambatan dalam orientasi ruangatau mobilitas. Oleh karena itu, akan lebih baik jika ruang ujian bagi peserta tuna netra ditempatkan di lantai satu.

Dante juga menyatakan seseorang yang bertugas menjadi reader harus orang yang terlatih dan berpengalaman. Dante menemukan adanya reader yang terhambat dalam mendeskripsikan soal berupa gambar. Akan tetapi di saat yang sama, reader tidak memberikan opsi kepada peserta untuk memilih soal lain untuk dikerjakan terlebih dahulu sehingga Dante hatus memberi masukan kepada reader tersebut terlebih dahulu.

"Di awal, reader harus overview semua soal, kemudian tawarkan peserta mana yang mau dibacaka lebih dulu," terang Dante yang juga praktisi pendidikan luar biasa di Jawa Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement