Kamis 04 Jun 2015 07:40 WIB

Aptisi Minta PTS AuditIjazah Dosennnya

Rep: heri purwata/ Red: Taufik Rachman
 Edy Suandi Hamid
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Edy Suandi Hamid

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) meminta APTISI Wilayah dan pimpinan PTS agar melakukan pencegahan terjadinya penggunaan dan penyebaran ijazah palsu. Semua pimpinan PTS diminta melakukan audit  terhadap ijazah dosen, dan tenaga kependidikan di lingkungan masing-masing.

Demikian seruan APTISI yang ditandatangani Ketua Umumnya, Prof Edy Suandi Hamid dan Sekretaris Jendral Prof Suyatno, Senin (1/6). Seruan ini dikeluarkan menyusul maraknya jual beli ijazah asli tapi palsu atau ijazah palsu.

 

Dijelaskan Edy, APTISI juga meminta pimpinan PT memberikan sanksi tegas dan memberhentikan mereka yang menggunakan ijazah palsu  atau asli tapi palsu.

"APTISI juga mengingatkan kembali seruan yg pernah disampaikan. Di antaranya, kampus seharusnya bukan saja menjadi institusi yang melahirkan cendekiawan, menghasilkan riset yang bermanfaat bagi pemecahan masalah yang ada di masyarakat, namun juga harus menunjukkan diri sebagai lembaga yang menjadi panutan dan teladan dalam prilakunya, etikanya, dan dalam melaksanakan  norma-norma yang berlaku," kata Edy, Rabu (3/6).

Karena itu, kata Edy, sungguh tidak patut dan perlu ditindak secara tegas kalau sampai ada perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah yang tidak sesuai dengan norma akademik. Apalagi kalau sampai memperjualbelikan ijazah, itu bukan saja tidak pantas, melainkan sudah menjijikkan. "Tindakan tegas harus diberikan kepada oknum dan lembaga yang melakukan praktik kotor tersebut," katanya.

Lebih lanjut Edy mengatakan sanksi tersebut bisa saja sampai penutupan perguruan tinggi. atau program studi (Prodi) jika kegiatan itu merupakan kebijakan formal lembaga. "Namun kalau itu perilaku oknum, maka oknumnya yang harus dihukum berat dan dikeluarkan dari lingkungan akademik," tandasnya.

Apapun hukumannya, kata Edy, jangan sampai mengorbankan para dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa yang tidak bersalah atau tidak tahu menahu dengan ulah oknum itu. Nasib mereka harus dipikirkan kalau sampai PT atau prodinya ditutup.

Komunitas kampus perguruan tinggi seharusnya berada di garda depan dalam membangun dan mencontohkan karakter kejujuran, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, dan penegakan norma-norma yang ada, termasuk norma akademik dalam proses pendidikannya. "Jadi tindakan memalukan yang diduga dilakukan oleh oknum pengelola pendidikan tinggi segera dihentikan dan jangan sampai terulang," katanya.

Kondisi saat ini menggambaran keprihatinan bahwa perilaku menghalalkan segala cara , termasuk mencari jalan pintas, untuk berburu kesenangan dan nafsu hedonistik sudah merambah ke kampus.

Ketika ditanya bagaimana dengan ijazah yang dikeluarkan? Edy mengatakan itu harus ditarik, ijazahnya dibatalkan, dan gelarnya juga harus dicabut. "Ini penting untuk shock therapy agar tidak muncul kasus serupa di masa depan. Para pelaku yang terlibat tidak cukup hukuman administratif. Jika itu sudah masuk ranah kriminal, maka seharusnya juga ada sanksi pidana.

Edy mengharapkan pengawasan oleh Dikti, Kopertis, dan masyarakat juga harus diperketat dan masyarakat tak perlu segan melaporkan kalau melihat ada PT yang terindikasi jual beli ijazah, atau mengeluarkan ijazah yang tidak memenuhi norma akademik. Sebab, bisa jadi kasus serupa ada perguruan tinggi-perguruan tinggi lainnya.

"Supaya kasus seperti ini tidak melebar seharusnya pada saat akreditasi indikasi seperti ini bisa terlihat dari standar borang yg ada. Misalnya, dilihat dari standar lima pada borang akreditasi institusi, akan terlihat alur jumlah mahasiswa yang masuk dan lulus. Jika indikasi itu ada, maka Asesor atau BAN bisa melaporkan ke Dikti utuk mengambil langkah lebih lanjut kalau ada indikasi yang tidak betul," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement