Rabu 13 Jun 2012 16:53 WIB

Mahasiswa Asing UMM Nyantri di Ponpes

Masjid Kampus Universitas Muhammadiyah Malang
Foto: Erik Purnama Putra/Republika
Masjid Kampus Universitas Muhammadiyah Malang

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG - Mahasiswa asing Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam 'Australian Consortium for In-country Indonesia Studies' (Acicis) nyantri' di dua pondok pesantren di Kabupaten Malang, Jawa Timur, untuk melakukan penelitian.

Salah seorang mahasiswa yang nyantri itu adalah Katrina Wallis dan pondok pesantren (Ponpes) yang dipilih adalah An-Nur 2 Bululawang dan Ar-Rifa'i Gondanglegi, Kabupaten Malang.

"Meski hanya untuk kepentingan penelitian, saya juga mengikuti semua aturan yang berlaku di ponpes tersebut, termasuk mengenakan pakaian Muslim yang tertutup," kata Katrin di Malang, Rabu (13/6).

Ia mengaku terkesan ketika melakukan penelitian dan nyantri selama dua pekan di dua ponpes tersebut, bahkan ia juga terlibat banyak kegiatan bersama sekitar 70 santri perempuan yang satu kamar dengannya.   

    

Ia mengaku, ketertarikannya untuk meneliti pesantren didasarkan pada pertanyaan besar tentang bagaimana pesantren mempersiapkan santrinya menghadapi arus deras modernisasi seperti sekarang ini.

Selain itu, katanya, dirinya juga menelusuri bagaimana manajemen pendidikan yang diterapkan, fasilitas, kurikulum pendidikan yang dijadikan pesantren sebagai unggulan menghadapi modernisasi dengan nara sumber sejumlah santri, ustaz, dan pengurus pesantren.

    

Dari penelitian dan nyantri selama dua pekan itu Katrin menyimpulkan, pesantren sepakat jika modernisasi harus dihadapi dengan memberikan bekal pengetahuan agama yang kuat dan penguasaan teknologi, baik melalui kurikulum maupun fasilitas.

    

Di Ponpes, katanya, juga diajarkan komputer, Al-Quran secara online, bahkan para santri diperbolehkan membawa laptop. Namun, kesetaraan gender masih belum diterapkan, meski mereka telah dikenalkan dengan teknologi informasi dan memiliki website serta blog yang bagus.

    

Meski, kata mahasiswa semester akhir di Flinders University Adelaide, Australia itu, santrinya juga banyak yang perempuan, yang mengajar tetap didominasi laki-laki, tidak ada guru perempuan atau ustadzah.

    

"Seharusnya kan ada guru perempuan yang mengajar para santriwati dan kesetaraan gender harusnya juga diterapkan untuk mengimbangi modernisasi teknologi yang telah diajarkan," ujarnya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement