Ahad 18 May 2014 14:31 WIB

Nama Cawapres Sekarang Bikin Prabowo Harus Bekerja Keras

Rep: Irfan Fitrat/ Red: A.Syalaby Ichsan
Deklarasi dukungan PKS pada Prabowo Subianto
Foto: Istimewa
Deklarasi dukungan PKS pada Prabowo Subianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah nama muncul untuk menjadi kandidat pendamping calon presiden (capres) dari Partai Gerindra Prabowo Subianto. Nama calon wakil presiden (cawapres) itu datang dari partai lain yang sudah memutuskan untuk mendukung Prabowo.

Partai Amanat Nasional (PAN) menawarkan Hatta Rajasa. Ketua Umum DPP PAN itu bahkan sudah menyatakan mundur dari posisi Menteri Koordinator Perekonomian untuk menjadi cawapres.

Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusung Anis Matta, Hidayat Nur Wahid, dan Ahmad Heryawan (Aher). "Peluangnya masih merata," kata pengamat politik Firman Noor, kepada RoL, Ahad (18/5).

Firman menilai, nama-nama yang muncul mempunyai kelebihan masing-masing. Akan tetapi, ia mengatakan, ada problem tersendiri terhadap nama tokoh yang muncul.

Menurut dia, masalah itu terkait popularitas dan elektabilitas masing-masing tokoh. "Mana yang bisa meyakinkan masyarakat dan pada akhirnya menggerakan masyarakat untuk memilih. Ini jadi problematika," ujar dia.

Terlepas dari kapabilitas calon pendamping Prabowo, menurut Firman, perlu juga aspek yang bisa meningkatkan suara. Ia menilai, Hatta, Anis, Hidayat, dan Aher, masih belum bisa secara signifikan untuk meningkatkan dukungan terhadap Prabowo.

"Kalau toh itu (salah satunya) jadi direkrut, itu mengharuskan Prabowo lebih bekerja keras untuk meyakinkan masyarakat memilih mereka," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu.

Firman mengatakan, Prabowo membutuhkan sosok pendamping yang bisa menaikkan elektabilitas. Melihat dari bentuk kemitraan, ia menilai, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan koalisi bentukan Partai Demokrat pada pemerintahan sebelumnya.

Namun, ia melihat, situasi Prabowo berbeda dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Prabowo membutuhkan calon yang bisa mendongkrak lebih lagi untuk menang. Beda kasus dengan SBY yang sangat populer sehingga bisa bebas memilih siapapun," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement