Ahad 23 Mar 2014 17:29 WIB

Alasan Takut Rumit, KPU Pilih Cara Manual untuk Hitung Suara

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Ferry Kurnia Rizkyansyah
Foto: Yogi Ardhi/ Republika
Ferry Kurnia Rizkyansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan penghitungan suara pileg 2014 tak akan menggunakan sistem teknologi informasi (TI). Semua proses penghitungan dan rekapitulasi akan dilakukan secara manual.

"Dalam konteks pelibatan teknologi pada pileg ini kami tidak sejauh yang dibayangkan sebelumnya. Kami tidak buat aplikasi khusus untuk sistem informasi rekapitulasi suara, tidak ada hitung cepat, semuanya sangat manual sekali," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Ahad (23/3).

Cara manual sengaja dipilih karena mengukur kesiapan KPU dalam melibatkan sistem IT yang lebih canggih. Sebelumnya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menawarkan tiga rekomendasi untuk diterapkan dalam rekapitulasi suara. 

Yakni dengan menggunakan Digital Mark Reader (DMR), USSB, dan sistem SMS Gateway. Namun pilihan tersebut dianggap terlalu rumit mengingat keterbatasan sumber daya manusia. Terutama kelompok panitia pemungutan suara (KPPS). 

Selain itu, pengadaan sistem TI tersebut juga membutuhkan anggaran besar. Karenanya, KPU memilih untuk menggunakan cara yang tradisional untuk penghitungan dan rekapitulasi suara hingga tingkatan nasional.

Sesuai UU Pemilu Nomor 8/2012, lanjut Ferry, surat suara dari tempat pemungutan suara (TPS) akan dibawa oleh panitia pemungutan suara (PPS) untuk direkapitulasi oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK). Selanjutnya PPK merekap dan meneruskan ke KPU kabupaten/kota. 

Kemudian akan dilanjutkan ke KPU Provinsi dan diakhiri rekapitulasi tingkat nasional di kantor KPU Imam Bonjol. "Kami targetkan, di kabupaten/kota selesai 12 hari, provinsi selesai 15 hari, dan nasional selesai 30 hari. Jadi kalau sesuai target, rekapitulasi tingkat nasional selesai 9 Mei 2014," jelas Ferry.

Satu-satunya teknologi yang digunakan KPU pada penghitungan suara adalah perekaman (scanning) formulir C1 di KPU Kabupaten/Kota. KPU menyediakan scanner di setiap kabupaten/kota sesuai dengan jumlah TPS. 

Untuk daerah dengan hitungan TPS 1-3.000 disediakan dua scanner, 3.000-5.000 TPS tersedia tiga scanner, 5.000-7.000 TPS empat scanner, kemudian lima scanner untuk daerah dengan jumlah TPS lebih dari 7.000 unit. Dengan kapasitas scanner seperti itu diharapkan proses perekaman selesai paling lama delapan hari.

Perekaman sebelumnya telah dipraktikkan pada pemilu 2009. Hanya saja, saat itu yang direkam adalah formulir C1IT yang jumlah lembarannya cukup banyak. Baru dikirim langsung oleh KPPS ke server KPU di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.

Pada pemilu 2014, yang direkam hanya satu lembar formulir C1 yang dikirimkan KPU Kabupaten/Kota ke server KPU. Direncanakan server akan ditempatkan langsung di kantor KPU pusat.

Hasil perekaman berupa file JPEG, diunggah ke dalam server KPU. Sehingga masyarakat bisa melihat langsung. Hasil perekaman sekaligus akan menjadi arsip digital KPU yang bisa diakses sampai kapan pun.

"Dari server langsung di-publish di website KPU. Itu yang bisa diakses masyarakat setiap hari nantinya, danbisa diketahui perolehan per TPS," ungkap Ferry.

Pada rekapitulasi suara 2009, Ferry mengatakan memang terjadi penurunan fungsi server KPU. Bahkan saat itu, data rakapitulasi suara sempat tidak berubah selama beberapa hari.

Untuk mengantisipasi kejadian tersebut, KPU saat ini telah menambahkan kapasitas server dan peningkatan fungsi firewall. "Kami sudah ada server sendiri storage-nya ditambah, ada disaster recovery center pinjam dari kemenkominfo. Tapi ada satu yang kami adakan sendiri," jelas Ferry.

Kembalinya KPU pada cara manual tersebut diharapkan bisa meminimalisasi kecurangan pada penghitungan suara. Karena peserta pemilu bisa memantau dan mengawasi langsung penghitungan dan rekapitulasi dari TPS hingga tingkat nasional.

Peserta pemilu juga bisa mengawasi langsung proses perekaman formulir C1 di KPU Kabupaten/Kota. Namun, konsekuensinya hasil perolehan suara hingga tingkat nasional akan menjadi lebih lama. 

"Semua lembaga survei atau hitung cepat harus mencantumkan, hasil yang mereka sampaikan atau siarkan bukan hasil resmi KPU. Hasil resmi KPU tetap setelah rekap nasional selesai selama 30 hari," jelas Ferry. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement