Senin 24 Feb 2014 21:13 WIB

UU Pemilu Dianggap Lemah Atasi Politik Uang

Pegiat Pemilu Bersih melakukan aksi kampanye
Pegiat Pemilu Bersih melakukan aksi kampanye

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu dianggap masih lemah untuk menindak munculnya praktik politik. 

"Partai Politik sebagai sumber yang paling berperan dalam money politics justru sulit dijerat dengan Undang-Undang itu,"kata pakar hukum UIN Yogyakarta, Mahrus Ali di Yogyakarta, Senin (24/2).

Menurut dia, UU Nomor 8/2012 memiliki kelemahan dalam beberapa aspek dalam menindak praktik politik uang. Antara lain, tidak memiliki ketentuan yang jelas bahwa tindakan itu dilakukan oleh partai politik sebagai korporasi. 

Dalam UU Pemilu hanya cenderung mengarah pada perbuatan yang dilakukan perorangan dalam kapasitasnya sebagai pribadi. Undang-undang itu juga hanya menyebutkan bahwa perbuatan politik uang diancam dengan pidana penjara dan kurungan beserta denda yang tidak mungkin dijatuhkan untuk partai politik atau suatu korporasi.

"Padahal dalam beberapa situasi yang paling berperan pada adanya money politics justru pada partai politik atau korporasi," kata dia.

Politik uang yang dilakukan oleh parpol atau korporasi sesungguhnya memiliki pengaruh terkait pemilu. Khususnya terhadap kualitas pendidikan politik, pemimpin yang terpilih, dan proses demokratisasi.

"Dengan kekuatan modal dan relasi kuasa yang dimiliki, parpol sebenarnya dapat dengan mudah menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya baik kepada peserta, pemilih atau pelaksana pemilu," kata dia.

Ia menambahkan, undang-undang tersebut juga tidak dapat lagi digunakan jika praktik politik uang dilakukan oleh peserta pemilu yang merupakan pejabat dengan diindikasikan menggunakan uang negara.

"Misalnya presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota atau orang perseorangan menggunakan uang negara untuk kepentingan money politics. Maka UU Nomor 8/2012 tidak dapat digunakan, karena masuk domain tindak pidana korupsi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement