Rabu 07 Feb 2018 14:03 WIB

Ada Potensi Kuat Pasar Mobil Listrik di Asia Tenggara

Harga murah akan mendorong lebih banyak orang untuk mempertimbangkan mobil listrik.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Winda Destiana Putri
Kendaraan listrik. Ilustrasi.
Foto: Carscoops
Kendaraan listrik. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu dari tiga konsumen di Asia Tenggara yang berencana untuk membeli kendaraan menunjukkan sikap terbuka terhadap opsi kendaraan listrik. Temuan ini mendemonstrasikan potensi kuat pasar mobil listrik di Asia Tenggara untuk mempercepat elektrifikasi kendaraan.

Studi oleh Frost & Sullivan yang didukung oleh Nissan tersebut berjudul 'Future of Electric Vehicles in Southeast Asia', dirilis pada (6/2) di Singapura dalam acara Nissan Futures, sebuah ajang yang mempertemukan pada pemimpin industri, pejabat pemerintah dan media.

 

Riset konsumen di Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina menunjukkan 37 persen pembeli prospektif siap mempertimbangkan pembelian mobil listrik sebagai kendaraan mereka yang berikutnya. Pelanggan di Filipina, Thailand dan Indonesia menjadi segmen yang menunjukkan ketertarikan tertinggi pada mobil listrik.

 

Dengan insentif yang tepat, wilayah ini dapat mempercepat migrasi ke mobil listrik, menurut penelitian tersebut. Dalam acara Nissan Futures, Nissan menegaskan komitmennya untuk menggapai masa depan mobilitas di Asia Tenggara melalui visi Nissan Intelligent Mobility, melalui beragam inovasi tentang bagaimana mobil masa depan dikendarai, ditenagai dan terintegrasi dengan lingkungan sekitarnya.

 

Di penjuru Asia Tenggara, dua dari tiga konsumen menekankan faktor keamanan sebagai motivasi terpenting dalam membeli mobil listrik. Faktor keduanya adalah kemudahan dalam melakukan pengisian ulang. Biaya menjadi faktor yang tidak terlalu signifikan, bahkan konsumen bersedia membayar lebih mahal untuk memiliki kendaraan listrik, dibandingkan mobil konvensional yang setara.

 

Tetapi, hasil riset juga membuktikan bahwa harga yang lebih murah akan mendorong lebih banyak orang untuk mempertimbangkan kendaraan listrik. Tiga dari empat responden menyatakan siap bermigrasi ke mobil listrik jika pajaknya ditiadakan. Insentif lain yang akan mendorong keputusan konsumen adalah pemasangan fasilitas isi ulang di apartemen 70 persen, jalur prioritas untuk kendaraan listrik 56 persen, dan parkir gratis 53 persen.

 

Jumlah kepemilikan mobil listrik di Asia Tenggara masih terbilang rendah. Meski demikian, konsumen cukup memahami perbedaan teknologinya, seperti Battery Electric Vehicles (BEVs), plug-in hybrids, dan kendaraan e-POWER dari Nissan. Asosiasi tertinggi untuk kendaraan listrik adalah BEV, yang mencapai 83 persen.

 

Singapura, Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang paling mendalam pemahamannya tentang BEV. Kehadiran kendaraan full-hybrid yang signifikan di Malaysia dan Thailand turut memengaruhi pandangan mereka terhadap teknologi EV dengan hybrid.

 

Meski potensi permintaan kendaraan listrik signifikan, sejumlah penghalang tetap ada, salah satunya faktor kurang informasi. Rasa cemas akan kehabisan daya di tengah jalan menjadi yang utama. Konsumen juga tidak yakin akan standar keamanan mobil listrik.

 

"Lompatan pesat menuju elektrifikasi mobil membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pihak pemerintah dan swasta, juga pendekatan jangka panjang yang telah disesuaikan dengan setiap kondisi pasar yang unik. Konsumen di Asia Tenggara mengindikasikan pentingnya peran pemerintah mereka dalam promosi mobil listrik," kata Yutaka Sanada, Regional Senior Vice President Nissan Motor Co. Ltd, dalam keterangannya kepada Republika.

 

Ia mengatakan, Nissan sebagai produsen harus mampu menjelaskan lebih baik lagi mengenai keamanan EV, sebagai opsi yang cerdas dan bisa diandalkan untuk kondisi cuaca apapun. Kendaraan listrik Nissan telah melewati uji coba yang luar biasa di tengah kondisi ekstrim. Perusahaan merasa bangga untuk menyampaikan bahwa 300 ribu pembeli kendaraan Nissan Leaf telah berkendara lebih dari 3,9 miliar kilometer di seluruh dunia dari 2010, dan tidak pernah ada insiden kritis apapun menyangkut baterainya.

 

"Angka penggunaan kendaraan listrik yang ada sekarang tidak seutuhnya mencerminkan permintaan yang ada di baliknya, yang nyatanya jauh lebih tinggi. Berlawanan dengan pandangan yang ada di masyarakat bahwa biaya EV yang tinggi menjadi penghambat, riset menunjukkan bahwa faktor keamanan dan pengisian ulang mendominasi benak konsumen. Jika industri dan pemerintah dapat menyingkirkan penghalang ini, kita akan meraih potensi yang maksimal," ungkap Vivek Vaidya, Senior Vice President of Mobility di Frost & Sullivan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement