Ahad 30 Jul 2017 19:31 WIB

Inilah Bahan Bakar Alternatif Bagi Kendaraan di Indonesia

Kegiatan produksi Toyota Fortuner dan Innova di Cikarang, Jawa Barat
Foto: dok hiru muhammad
Kegiatan produksi Toyota Fortuner dan Innova di Cikarang, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkembangnya teknologi ramah lingkungan yang dikembangkan sejumlah produsen otomotif dunia, telah memberikan dampak bagi perkembangan otomotif di tanah air. Salah satunya adalah dengan mulainya upaya pengembangan energi alternatif bagi kendaraan. 

Beberapa jenis bahan bakar kendaraan seperti ethanol, biodiesel maupun hybrid, memiliki potensi yang besar dan dapat dikembangkan di tanah air. Meski sumber alam yang tersedia dapat dikembangkan, namun masih perlu dukungan dari pemerintah, masyarakat dan pengembangan teknologi terkait dari produsen kendaraan. "Semuanya memiliki potensi dan perlu persiapan yang besar," kata Warih Andang Tjahjono, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TIMMIN), Jumat (28/9) disela pengumuman kinerja perusahaan dalam 30 tahun terakhir. 

Andang mencontohkan bahan bakar ethanol yang sudah sepenuhnya bisa diproduksi, namun untuk mesin harus perlu pengembangan. Termasuk mengkajinya dengan Pertamina dalam bentuk kerjasama pengembangan bahan bakar ethanol. Demikian pula dengan kendaraan berbahan bakar hybrid atau elektrik.

Kendaraan berpenggerak hybrid sendiri dinilai sebagai perpaduan antara elektrik dan bahan bakar biasa. Namun, pengembangan teknologi hybrid ini tidak mudah."Infrastuktur hybrid hampir sama dengan sekarang,  tapi bio diesel dan ethannol juga bisa," katanya. 

Demikian pula dengan kendaraan elektrik yang harus mempertimbangkan rata rata kapasitas listrik rumah tangga 1300 VA. Selain tidak menyedot listrik terlalu besar, waktu yang dibutuhkan mengisi baterei kendaraan juga harus diperhitungkan karena bisa memakan waktu antara 8 hingga 10 jam. "Masing masing ada keunggulannya sendiri," tutur Warih. 

Namun, pihaknya selaku produsen kendaraan akan terus memberikan masukan kepada pemerintah untuk pengembangan bahan bakar alternatif tersebut. Baginya, upaya penghematan bahan bakar harus terus dilakukan agar pasar otomotif Indonesia bisa berkembang. Jumlah penduduk dan konsumen otomotif di tanah air yang begitu besar, bukan hanya berperan sebagai pasar, melainkan juga motor dari industri otomotif. "Untuk mewujudkan itu, perlu regulasi yang paling bagus di dunia," katanya.

TIMMIN sendiri dalam tiga dekade terakhir telah mengekspor  lebih dari 1,1 juta unit kendaraan Toyota ke sejumlah negara. Sebanyak 833.500 unit dalam bentuk completely knock down, 1,47 juta mesin utuh dan 648 juta potongan komponen dengan total nilai Rp 250 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement