Selasa 10 Feb 2015 14:00 WIB

Kadarsah Suryadi, Rektor Institut Teknologi Bandung: ITB Menuju Entrepreneurial University

Red:

Era baru kepemimpinan Prof Dr Ir Kadarsah Suryadi sebagai Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) periode 2015-2020 baru berjalan sekitar beberapa pekan setelah dia dilantik pada Selasa (20/1) di Aula Barat ITB, Kota Bandung. Di bawah kepemimpinan rektor yang memiliki latar belakang teknik industri ini, Kadarsah mengklaim, akan membawa ITB bertransformasi menjadi entrepreneurial university selain tetap fokus sebagai research university. Bagaimana konsep yang akan diusung Kadarsah untuk membawa ITB dalam lima tahun ke depan? Berikut wawancara Republika dengan Kadarsah Suryadi, beberapa waktu lalu.

Bisa diceritakan, bagaimana prosesnya sampai Anda terpilih menjadi rektor?

Prosesnya dimulai setelah Majelis Wali Amanat (MWA) membentuk tim pemilihan rektor atau Search Committee yang terdiri atas tujuh orang. Mereka yang bertugas mencari calon-calon yang dianggap berpotensi untuk dijadikan nominee calon rektor. Mereka rapat dan mendapatkan sekitar lebih dari 50 nama, kemudian diseleksi kembali menjadi sekitar 38 nama.

Nama-nama itu kemudian dihubungi oleh Search Committee dan diminta menyampaikan berkas, seperti curriculum vitae jika bersedia menjadi calon rektor. Kemudian, ada seleksi administratif. Dari 38 orang itu menjadi tinggal 25 orang. Mereka diminta untuk membuat tulisan tangan sekitar empat lembar yang judulnya mengapa ingin jadi rektor.

Mengapa tulisan tangan? Pertama, alasannya akan dibacakan oleh Search Committee, apa alasan dan mau di bawa kemana ITB. Kedua, tulisan tangan ini akan dibaca para psikolog. Setelah itu, Search Committee memilih 10 bakal calon rektor dari 25 nominasi. Kesepuluh nama ini diserahkan MWA melalui Search Committee kepada senat akademik untuk dipilih lima calon rektor. Setelah itu, dikirim lagi ke MWA. MWA memilih tiga orang, kemudian rapat lagi dengan menteri untuk memilih satu orang.

Seluruh proses itu memakan waktu berapa lama?

Waktu itu mulai sekitar September 2014. Mungkin, tiga sampai empat bulan.

Bagaimana perasaan Anda saat terpilih?

Ini menarik. Saya punya dua alasan untuk ikut pencalonan rektor. Pertama, saya sangat mengapresiasi dan merasa hormat kepada rektor ITB terdahulu, mengapa mereka mau berkorban. Waktunya tersita, waktu istirahat juga. Saking hormatnya, harus ada yang melanjutkan perjuangan mereka. Ini yang kedua, karena saya ingin melanjutkan perjuangan mereka, ditambah juga banyak kawan-kawan yang meminta saya berpartisipasi.

Satu yang membuat saya tidak merasa deg-degan adalah karena amanah apa pun itu enggak bisa dikejar dan amanah itu undangan dari Allah. Jadi, Allah akan memberikan amanahnya kepada yang diundang-Nya, seperti naik haji. Jabatan itu amanah dan tidak bisa dikejar dengan nafsu atau apa pun. Saya nothing to lose saja.

Apa visi dan misi yang Anda sampaikan?

Begini, sekarang ada perubahan fundamental di dunia pendidikan seluruh dunia, yaitu bergerak dari research university menuju entrepreneurial university. Berangkat dari situ, saya punya dua visi dan misi. Pertama, ITB harus tetap jadi universitas penelitian, tetapi juga punya karakter yang memberikan manfaat kepada masyarakat lokal dan nasional. Agar, penelitian tidak berhenti di atas kertas. Misi pertama itu juga karena amanat dari statuta ITB.

Kedua, selain menjadi universitas penelitian, ITB juga mempunyai karakteristik entrepreneur, yaitu yang punya kontribusi nyata kepada masyarakat lokal sekitar, nasional, dan bangsa. Karya ini juga harus diakui internasional supaya bangsa juga dihormati masyarakat dunia.

Sebentar lagi masuk masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Sudah lama kita bersaing, tidak terasa orang lain masuk ke Indonesia. kita juga harus bersaing ke luar. Kalau tidak punya daya saing internasional, kasihan anak-anak kita jago kandang.

Ketika ITB menjadi entrepreneurial university, bagaimana tugasnya sebagai research university?

Yang disebut entrepreneurial university kan punya ciri. Jadi, dia tetap dan tidak mendidikan teaching (pendidikan) dan penelitian, itu tetap dan wajib. Kalau nggak begitu, jangan harap bisa masuk entrepreneurial university. Mengapa? Dia (dosen) akan mengajar asal-asalan, meneliti asal-asalan, bahan yang akan diterapkan pun akan asal-asalan. Karena itulah, penelitian-penelitian itu pun harus excellent.

Kemudian, kita pilih dan kita patenkan agar bisa direalisasaikan ke masyarakat. Maka, tugas berikutnya adalah harus merangkul siapa di masyarakat yang bisa menjalankan hasil penelitian ini supaya menjadi produk yang bisa dipakai. Jawabannya adalah industri, pengusaha, dan komponen masyarakat lainnya, termasuk UMKM.

Namun, industri kadang memikirkan untung rugi. Nah, harus ada yang mengatur. Makanya, kita butuh pemerintah. Misalnya, nanti kalau industri sudah nyambung dengan perguruan tinggi untuk menerapkan hasil riset maka akan terjadi tax deduction, sehingga industri pun punya manfaat. Industri yang tahu persis apakah produk itu bakal laku di masyarakat. Industri tidak akan produksi kalau tidak bisa dijual.

Berarti ada kerja sama dengan industri?

Ada kerja sama, namanya ABG: academy, business, and government. Sekarang juga tambah community.

Sudah ada kerja sama seperti itu?

Selama ini, sudah ada contoh, baik itu dilakukan dari individu ke individu seperti produk penyaring air yang tadinya tidak bisa diminum jadi bisa diminum, bahkan lebih baik dari air mineral. Lalu, juga ada riset soal bagaimana memproses batu bara berkalori rendah menjadi kalori tinggi. Hanya, waktu mau diwujudkan, butuh dana besar. industri pun mikir juga biayanya. Tapi, kalau ini jalan, itu akan membuat produktivitas tinggi.

Selama ini biaya menjadi kendala riset. Bagaimana upaya Anda dalam mengatasi hal ini?

Kita tetap berusaha mencari industri yang mau mendanai ini dan juga Kementerian ESDM. Di ITB, saya buat cluster. Ada dua jenisnya, yaitu cluster yang berbiaya murah dan industri tidak akan kesulitan. Kedua, cluster yang mahal dan industri akan mikir dua kali untuk mendanai. Cluster pertama ini kita prioritaskan lebih dulu, seperti obat-obat herbal, seperti penyaring air.

Anda mengatakan, lulusan ITB harus berintegritas. Apalah selama ini belum?

Ini menarik. Ketika dia sudah lulus bekerja, kontrol kita (kampus) sudah lewat. Di dalam, integritas kita bangun. Misalnya, saat menyontek, kita beri sanksi. Itu ada kontrolnya. Hal ini dilatih dengan prinsip behavior, attitude, and culture. Behavior itu arena takut. Itu yang kita bentuk di tahap pertama. Misalnya, mahasiswa berkelahi kita beri sanksi.

Kedua, attitude. Dia melakukan suatu sikap bukan karena takut sanksi, tapi karena kesadaran. Menurutnya, kegiatan itu merugikan orang lain. baru dari situ timbul culture. Itu yang mau kita latih di dalam kampus, sehingga ketika keluar dari kampus, integritasnya terjaga.

Apa harapan Anda terhadap pemerintahan sekarang?

Harapan fundamental tetap pemerintah mewujudkan tujuan negara yang ada di pembukaan UUD 1945, yakni menciptakan masyarakat adil dan makmur. Suatu negara itu maju adalah kalau semua penduduknya itu sejahtera. Untuk sejahtera, berarti industrinya maju dan lapangan kerja banyak. Tapi, supaya masyarakatnya sejahtera dan insdutrinya maju, masyarakat mesti pintar, harus mendapat kesempatan sekolah yang sama sesuai dengan bidangnya.

Karena untuk mewujudkan UUD syaratnya adalah pendidikan maka bantulah pendidikan. Ringankan beban pendidikan. Sehingga, sekarang ada bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN). Dengan tadi, kalau entrepreneurial university mau diwujudkan ini akan menjadi agen pengembangan ekonomi. Karena, ide-ide untuk perkembangan ekonomi ini banyak berasal dari perguruan tinggi.

Bagaimana pandangan Anda dengan penghapusan Kopertis?

Kopertis itu adalah amanat dari UU 12. Intinya, apa pun namanya, intinya satu. Sepanjang itu menerapkan quality assurance, silakan saja. Kalau tidak ada penjaminan di perguruan tinggi, kasihan mahasiswa. Buat saya, adalah penjaminan mutu pendidikannya.

Bagaimana pendapat Anda tentang Forum Rektor?

Forum itu kan mewadahi semua PTN dan PTS. Tujuannya supaya mewujudkan tujuan negara melalui pendidikan. Bagi saya ini bagus karena intinya jangan sampai ada kesenjangan. Maka, mesti sering ketemu. Dengan silaturahim, yang tadinya tidak sama bisa menjadi sama. Yang tadinya senjang menjadi sama. Ini untuk maju bersama. Ketika bertemu, nanti ada benchmark.  c63 ed: Andri Saubani

***

Bekerja, Piknik, dan Musik

Kadarsyah Suryadi terpilih sebagai Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) yang baru setelah mengalahkan dua kandidat lainnya, Indratmo Soekarno dan Intan Achmad. Kadarsyah cukup dikenal sebagai orang yang senang bekerja. "Saya termasuk orang yang menikmati waktu, baik itu untuk bekerja, olahraga, piknik, atau main musik," ujar Kadarsyah saat ditemui di ruangannya di Gedung Rektorat ITB, belum lama ini.

Menilai waktu, kata Kadarsyah, berarti memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk hal-hal yang positif. Hal ini pula yang ia terapkan pada pekerjaannya. Pria kelahiran Kuningan ini mengaku, ia tidak senang meninggalkan pekerjaan yang belum selesai. Baginya, menyelesaikan beban pekerjaan hari itu adalah mutlak.

Misalnya, kata dia, hari ini ada setumpuk surat-surat. Bagi lulusan Universitas Perancis ini, mejanya harus bersih dari surat-surat pada hari itu juga. Sebelum surat-surat itu habis, dia tidak bisa pulang. "Karena, besok akan ada tumpukan yang sama tingginya," ujar Kadarsyah.

Namun, ia bukan tipe one man show. Jika pekerjaan itu tidak dapat diselesaikan sendiri, Kadarsyah akan meminta rekan-rekannya untuk membantu. "Saya kerja tidak sendirian," ujarnya.

Pada waktu luangnya, Kadarsyah senang berolahraga dan bermain musik. Jika ada waktu luang, ia menyempatkan diri berenang. Menurutnya, berenang adalah kegiatan yang cocok bagi usianya karena tubuhnya bergerak, tapi tanpa beban. "Kalau lari, bebannya di lutut. Seumur saya sudah sulit," ujarnya.

Kadarsyah juga senang bermain musik. Alat musik yang dikuasainya adalah harmonika. Berbeda dengan alat musik lainnya, harmonika dimainkan dengan hati, kata Kadarsyah. Hal ini sesuai dengan moto ITB In Harmonia Progression yang jika secara lepas diartikan "Maju Selaras Bersama Harmoni".

Harmoni, kata Kadarsyah, memiliki tujuh huruf yang bermakna humble, agile, respect, motivated, outstanding, nation, dan integrity. "Malam-malam kalau belum ngantuk, kalau tidak dengar musik, saya main musik sendiri. Harmoni. Itu mainnya dengan hati. Piano masih dilihat, tapi harmonika notnya ditelan."  c63 ed: Andri Saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement