Selasa 09 Sep 2014 15:00 WIB

Bebaskan Imajinasi Anak-anak

Red:

"Bum ba wa ta, the ta ba bum. Hong ba wa ta, tre ta ba hum." Kata-kata ini sekilas seperti mantra. Setiap suku kata dirapalkan oleh bibir-bibir mungil para personel The Resonanz Children Choir (TRCC) dan mampu menyihir para penonton di 10th Cantemus International Choir Festival  di Hungaria, 16 - 21 Agustus lalu.

Itulah potongan lagu berjudul "Mejiku-Hibiniu" karya komposer muda Fero Aldiyansya Stefanus. Lalu, apa artinya? Tak ada yang tahu.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Raisan Al Farisi

The Resonanz Children Choir, menambahkan daftar prestasinya sekaligus mengharumkan nama Indonesia dalam ajang kompetisi paduan suara 10th Cantemus International Choir Festival yang diselenggarakan di Nyiregyhaza, Hungaria, pada Agustus lalu.

Jumat, pekan lalu, Fero bercerita kepada Republika tentang proses penciptaan lagu ini. Ia mengatakan mengambil judul dari warna-warna pelangi. Walaupun begitu, ia tidak membatasi anak-anak untuk mengartikan "Mejiku-Hibiniu" sebatas pada warna pelangi saja. "Aku sendiri lebih menitikberatkan pada warna-warnanya. Jadi, misalkan warna merah, bisa diimajinasikan sendiri merah itu apa, biru itu apa, hijau itu apa," kata Fero.

Fero yang juga mengajar musik di beberapa sekolah memang mengagumi kemampuan imajinasi anak-anak yang luar biasa. Menurut pria berusia 26 tahun ini, anak-anak mempunyai kemampuan berimajinasi yang jauh lebih besar daripada orang dewasa. Karena itu, dalam lagu yang dibuatnya ia tidak ingin membatasi kebebasan berimajinasi mereka.

Konsep itu juga ia terapkan dalam memilih kata-kata pada lagu yang dibuatnya. Ia menceritakan, dua baris kalimat dalam lagunya tidak memiliki arti apa-apa. Ia sengaja meninggalkan ruang kosong itu sebagai tempat anak-anak mengeksplorasi makna di balik setiap kata yang ia buat.

Walaupun begitu, pria jebolan Fakultas Musik Jurusan Komposisi Universitas Pelita Harapan ini mengaku tak sembarangan memilih kata-kata. Dua kalimat itu telah melalui dua kali revisi dan sering kali didiskusikan dengan para pelatih TRCC. "Karena ini untuk kompetisi dan akan dilihat banyak orang internasional, jadi aku selalu mengecek, dengan kata-kata yang ini apakah ia berarti lain di bahasa negara lain," ujar Fero.

Ia tak ingin kecolongan dengan menggunakan kata-kata yang mungkin bisa menjadi bumerang bagi karier bermusiknya. Oleh karena itu, selain berdiskusi dengan Devi Fransisca, sang pelatih TRCC, ia juga menggunakan teknologi internet untuk mencari padanan kata yang digunakan.

Awalnya, kata Fero, sempat ada kata-kata yang dalam bahasa Spanyol bermakna tidak baik. Setelah melalui dua kali revisi, Fero pun membiarkan dua kalimat itu benar-benar tanpa makna. Biasanya, untuk dapat lebih mendalami lagu dengan baik, para pelatih akan meminta anak-anak membayangkan suatu hal. Namun, Fero menekankan kepada para pelatih, khusus untuk lagu ini, anak-anak bebas mengimajinasikan apa pun. 

Selain membiarkan imajinasi mereka berkembang, Fero juga tak melupakan bahwa dalam kompetisi ini anak-anak harus menunjukkan talentanya secara maksimal. Oleh karena itu, kata-kata yang digunakan dalam kalimat itu ia buat agar mampu mengeksplorasi unsur-unsur musikalitas yang dimiliki oleh anak-anak, yakni lewat eksplorasi gerak mulut, bibir, dan lidah anak-anak untuk mengembangkan sistem artikulasi mereka.

"Misal ada kata biru, tidak hanya disebutkan biru, tapi "birrru". Huruf R-nya lebih panjang. Artinya sendiri tidak ada. Hanya mengeksplor bunyi mereka saja, apa yang bisa mereka lakukan dengan mulut dan badan mereka," ujar lelaki yang hobi otomotif dan fotografi ini. rep:c92 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement