Kamis 02 Jun 2016 12:00 WIB

Terkuat Kedua di Uni Eropa

Red:

Oleh Rakhmat Hadi Sucipto

 

Bagi sebagian negara, keberadaan Uni Eropa mungkin dianggap penting. Tapi bagi sebagian lainnya, ada atau tidaknya Uni Eropa tak memberikan efek positif apa pun.

Yang lainnya beranggapan lebih penting menjalin hubungan bilateral ketimbang berurusan dengan kelompok negara karena pada akhirnya segala kesepakatan tetap antarnegara, bukan antara negara dan kelompok negara. Kelompok negara, seperti G7, G8, G20, Uni Eropa, atau ASEAN hanya menjadi alat untuk mempermudah komunikasi atau memperlancar kerja sama. Tetap saja pada praktiknya kemitraan bisnis dan perdagangan harus dilakukan antarnegara.

Itu pula yang terjadi dengan Ing gris. Se bagian rakyat Inggris menilai Uni Eropa hanya sebagai jembatan un tuk mempermudah kerja sama se sa ma ang gota. Akan tetapi, yang lain nya me nye but kerja sama di Uni Eropa tak mem berikan dampak positif bagi Inggris.

Pilihan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) pun berawal karena ke ya kinan mereka yang menganggap ke ber adaan kelompok 28 negara ini tak memberikan efek positif bagi rakyat. Pemerintah pun sempat meyakininya sehingga muncul referendum yang akan dilakukan 23 Juni mendatang.

Sejak lama Inggris sangat yakin dengan kekuatannya sendiri. Tengok saja nilai mata uang poundsterling! Selama bertahun-tahun poundsterling selalu lebih kuat dibandingkan mata uang euro dan dolar AS.

Meski banyak analis memperkirakan mata uang pound akan mele mah terhadap euro maupun dolar AS, tetap saja pound lebih kuat dibanding kan kedua mata uang tersebut. Me mang sejak November 2015 pound (GBP) sempat melemah 6,0 persen terhadap dolar AS dan 12 persen terhadap euro. Tapi, pada hari-hari terakhir ini pound kembali menguat dan mencapai level stagnan terhadap mata uang dolar AS serta euro.

Pada harga pasar Senin (30/5) lalu, satu pound setara dengan 1,3126 euro atau 1,4618 dolar AS. Artinya, isu Brexit tak memberikan dampak signifikan menjelang referendum yang tinggal beberapa hari lagi.

Secara ekonomi, kekuatan Inggris terkuat kedua di Uni Eropa dengan nilai produk domestik bruto (PDB) mencapai 2,6 triliun euro di bawah Jerman (3,0 triliun euro). Prancis (2,2 triliun euro), Italia (1,6 triliun euro), Spanyol (1,1 triliun euro), dan Belanda (0,7 triliun euro) berada di bawah Inggris. Inggris mewakili 18 persen dari total PDB Uni Eropa yang mencapai 14,6 triliun euro, terpaut 3,0 persen dengan Jerman sebesar 21 persen.

Dari sisi pertumbuhan, ekonomi Ing gris lebih baik ketimbang Jerman. Pertumbuhan ekonomi Inggris pada 2015 lalu mencapai 2,3 persen, se dang kan Jerman 1,7 persen. Saat kri sis 2009 lalu, ekonomi Inggris meng alami kontraksi hingga 4,2 persen. Akan tetapi, kontraksinya lebih kecil dibandingkan Jerman yang mencapai 5,6 persen.

Meski mengalami perlambatan ekonomi pada 2015, angka pertumbuh an ekonomi Inggris lebih baik ke tim bang Jerman. Apalagi, bila dibanding kan dengan Belanda, Prancis, atau Italia.

Ekonomi Inggris pada 2016 diperkirakan masih akan mencatat pertum buh an. Berdasarkan data Kantor Sta tistik Nasional Inggris, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2016 tercatat 0,4 persen, me lambat diban ding kan triwulan se belumnya yang mencapai 0,6 persen. Pelemahan ini dipicu menurunnya output manufaktur dan konstruksi. PDB Inggris tumbuh 2,1 persen pada Januari-Maret 2016 di bandingkan periode sama tahun sebe lumnya.

Akan tetapi, angka 0,4 persen pada triwulan pertama 2016 ini sejalan de ngan prediksi para analis. Bahkan, ini menjadi capaian angka pertumbuhan po sitif ke-13 secara beruntun bagi Ing gris.

Output konstruksi merosot 0,9 per sen pada tiga bulan pertama 2016. Output industri, termasuk manufaktur, menurun 0,4 persen. Sektor jasa yang menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar Inggris tumbuh 0,6 persen.

Di tingkat internasional, ekonomi Inggris terbesar kelima dengan total produk domestik bruto diperkirakan mencapai 2,76 triliun dolar AS pada 2016. AS memang masih terhebat de ngan PDB 18,56 triliun dolar AS. Me nyusul berikutnya Cina (11,38 triliun do lar AS), Jepang (4,41 triliun dolar AS), serta Jerman (3,47 triliun dolar AS). Wajarlah Inggris dan rakyatnya sangat percaya diri dengan kemampuan mereka. Jadi, pasti sangat banyak yang ingin berkawan dengannya. Mereka tak rela bercerai karena tahu akan menderita selamanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement