Selasa 29 Mar 2016 18:00 WIB

Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif LIMA: ''Relawan Masih Menyodorkan Cek Kosong''

Red:

Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sejak kapan relawan politik muncul di Indonesia?

Potensi kerelawanan dalam politik muncu di ujung kekuasaan Orde Baru. Itu misalnya bisa kita lihat sejak Pemilu 1997 lalu, saat itu banyak yang buat relawan Mega-Bintang. Pada Pemilu 1999, kerelawanan yang sama muncul. Tapi, saat itu polanya masih simbolik dan terbatas.

Bagaimana dengan 2014 dan Pilkada DKI?

Pada 2014, kita melihat orang mulai berani mengusung dan menominasikan seseorang menjadi calon presiden, bahkan mereka membentuk kelom pok dengan mendanai diri mereka sendiri. ini sebenarnya merupakan tradisi yang relatif baru dalam politik kita. Prosesnya alami dan natural, baik relawan pendukung Jokowi maupun Prabowo. Dalam fenomena Ahok sekarang ini, sebenarnya nggak ada yang baru [dibanding Pilpres 2014], kecuali bahwa saat ini para relawan berhadaphadapan dengan partai.

Jadi, relawan ini murni partisipasi?

Iya. Sayangnya, mereka ini masih berkumpul karena masa lalu, bukan berkumpul karena pandangan politik ke depannya.

Pada 2014 lalu, misalnya, kerelawanan orang dalam konteks mendukung Jokowi itu sebenarnya agak rumit dirumuskan. Mereka mendukung Jokowi itu karena apanya, kurang terlalu jelas. Kecuali adanya imajinasi soal pemerintahan bersih dan sebagainya, bahwa selama memimpin Solo dan Jakarta, Jokowi relatif bersih. Untung saja waktu itu PDIP bikin Nawa Cita.

Relawan Teman Ahok juga berkumpul itu karena menganggap Ahok bersih saat menjabat. Tapi, ketika kita tanya apa yang kalian harapkan dari Ahok lima tahun ke depan, dan seperti apa Jakarta mau dibuat oleh dia, mereka tidak punya gagasan. Padahal, sebaiknya mereka dipertemukan oleh cita-cita Jakarta lima tahun ke depan seperti apa, dipertemukan oleh isu dan gagasan, bukan dipertemukan masa lalu. Sekarang, karena Ahok lewat jalur perseorangan, lalu siapa yang buat visi dan misinya? Mudah-mudahan teman Ahok membuat visi misinya.

Jangan-jangan setelah di-breakdown visi misi kandidat dan relawan itu berbeda ya…

Iya. Jadi, mengutip cendekiawan Nurcholish Madjid, salah satu kelemahan kita di Indonesia adalah karena kita terlalu sering memberi cek kosong kepada para pemimpin. Jadi, harus selalu kita ingatkan bahwa pemimpin yang baik saja tidak cukup, tanpa dibarengi komitmen dan sistem yang baik. Jadi, calon pemimpin itu harus diikat dengan komitmen dan sistem. Karena kita tidak tau apa yang akan dia lakukan lima tahun mendatang.

Sekarang ini relawan berkembang menjadi me sin politik. Mereka masih pantas disebut relawan?

Secara sederhana definisi relawan adalah muncul karena mereka punya visi misi, lalu mereka bekerja memenangkan kandidat, tanpa ada kete rikatan yang bersifat struktural, ditambah semua beban pekerjaan itu dilakukan atas dasar inisiatif mereka masing-masing. Jadi, kalau kita lihat dari sisi itu, masih. Sekarang ini, semua yang di luar struktur partai masih disebut relawan.

Tapi sekarang ini para relawan bukan lagi swadana dan swadaya, tapi sudah membuka pintu untuk menerima sumbangan, dengan sepengetahuan calon?

Bisa saja. Tapi, karena mengelola dana publik, mereka harus transparan, harus menyampaikan progressnya, karena begitu hukum publik. Sehing ga, tidak terjadi fitnah politik, yang bisa mengurangi elektabilitas calon yang mereka dukung. Teman Ahok sudah ada kemauan untuk transparan, walaupun masih ada kelemahan seperti updatenya masih per Agustus 2015.

Semua calon sekarang ini, apakah Ahok, Yusril, Sandiaga Uno, Adhyaksa, harus mulai memisahkan dana pribadi dengan dana politiknya, sehingga kita bisa maju setahap, di mana dana politik kita bisa dipertanggungawabkan.

Yang unik ini bagi saya adalah apakah pengga langan dana kampanye untuk Ahok ini masuk kategori gratifisikasi kepada ahok atau bukan. Jujur, saya belum menemukan jawabannya. Karena, tidak ada hubungan struktural antara Ahok dan Teman Ahok. Bahwa mereka saling kenal dan koordinasi, iya. Tapi bagaimana menarik itu dalam suatu kerangka hukum, saya belum tau.

Siapa yang harus jawab ini?

KPK seharusnsya bisa memberi penjelasan, apakah penggalangan dana Teman Ahok ini bagian gratifikasi.

Apakah saol seperti ini perlu diatur ke depan?

Iya. Karena kalau soal seperti ini tidak jelas dan tidak diatur, nanti muncul orang-orang yang meng aku relawan menggalang dana demi kepenting an kandidat dan partai tertentu. Itu justru berbahaya. Tapi, pengaturannya jangan terlalu rigid, sebab bisa-bisa nanti membuat potensi kerelawanan mati, dan kita semua rugi, apalagi partai masih seperti saat ini. Sebab, dari dulu kan kita berharap masya ra kat lah yang mendorong calon. Lagipula, kerela wanan seperti Pilpres 2014 dan DKI Jakarta ini kan kasuistis sifatnya. Dia tidak muncul setiap saat. Pada Pilkada 2015 di 264 daerah bahkan kita tidak dengar kerelawanan seperti ini.

Oleh Harun Husein

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement