Ahad 15 Jan 2017 16:00 WIB

Beternak Ikan Sekaligus Berkebun

Red:

Mubarak Ali Sungkar yang lebih dikenal sebagai Mark Sungkar sudah tujuh tahun berkebun dengan sistem akuaponik. Sebagai arsitek, sebenarnya ia kerap membuat rumah lengkap dengan kolam ikan dan air terjunnya.

Itu sudah akuaponik karena sistem ini menggunakan perpaduan antara ternak ikan dan pertanian, kata pria yang lebih dikenal sebagai artis film ini.

Mark melakukan uji coba sendiri, lalu belajar di internet. Di teras rumahnya, ia menggunakan drum dengan kapasitas 1.000 liter yang berisikan 10-12 ikan.

Tak lama kemudian ia mencoba menambah hingga 200 ekor di antaranya ikan nila (tilapia), ikan mas, dan gurame. Pria berusia 68 tahun ini pun mencoba untuk tidak memberikan makan ikan selama satu bulan. Hasilnya hewan ini tetap hidup dan tidak ada satu pun yang mati, katanya.

Ikan-ikan itu  mendapat tempat yang kaya akan plankton dan oksigen yang baik selama berada dalam drum. Mark mengaku mencoba mengembangkbiakkan hampir semua tanaman mulai dari padi, sayur-sayuran, cabai, tomat, daun-daunan, kemangi, selada, buah-buahan, seperti jeruk, anggur, blackberry, dan kiwi.

Pada saat pertama kali membangun sistem akuaponik, ia tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Sebab, Mark mengambil bahan-bahan yang telah tersedia di rumahnya. Untuk pot tanaman, ia menggunakan yang sudah ada di rumahnya dengan mengganti media tanah  dengan batu kerikil, pompa yang dipakai pun bekas dari sirkulasi untuk kolam.

Ia menjelaskan, dalam akuaponik ada beberapa pilihan sistem. Di antaranya, growbed dengan menggunakan sistem apung, media growbed bisa menggunakan batu kerikil.

Kemudian ada lagi sistem NFT dengan menggunakan pipa paralon atau bambu dan semuanya disusun secara horizontal. Sekarang saya fokus sistem vertikal, yang benar-benar vertikal. Hanya makan uang sedikit, bisa dapat hasil lebih banyak," ujarnya.

Pada tahun keempat, Mark mengikuti seminar sepekan tentang akuaponik di Brisbane, Australia. Di sana, ia bertemu dengan para peserta dari negara-negara lain, Mark mendapatkan banyak teori yang tepat untuk dibawa  ke Tanah Air.  Dua bulan berselang, ia pun menulis sebuah buku Akuaponik ala Mark Sungkar bagi para pemula yang ingin belajar.

Mark menyarankan para pemula agar memakai akuarium berukuran 60 x 40 x 40 terlebih dahulu, yang kemudian di atasnya menggunakan pot. Ini dianggap sudah lebih dari cukup. Lalu, mereka bisa menggunakan pompa akuarium untuk sirkulasi, bisa juga tanpa alat tersebut.

Ia mengungkapkan, lebih mudah untuk pemula sebaiknya mencoba tomat, selada, atau kangkung yang paling gampang. Kalau pertama gagal, khawatir pemula putus asa, ungkap dia.

Bukan hal baru

Cara dan jenis teknik sistem akuaponik diakui Supriyanto rumit. Tak pelak banyak pemula yang putus asa dan meninggalkan cara cocok tanam ini karena hanya berkutat pada teknik semata.

Lelaki yang memulai akuaponik sekitar enam tahun yang lalu ini mengajak pemula untuk melihat kembali ke prinsip dasar akuaponik seperti yang dijalaninya. Yakni, memelihara ikan, mengalirkan air kolam kaya nutrisi ke tanaman. Dari tanaman, air kembali lagi ke kolam.

Kita harus berpegang pada dasar ini, tidak usah yang rumit-rumit, kata Yanto yang membuat sistemnya dengan barang-barang bekas.

Dari kolam ikan  berbentuk L yang sudah ada di rumahnya, Yanto menghidupi pakcoy, selada air, cabai, dan berbagai tanaman di kebunnya yang  berukuran  4 x 5 meter persegi. Tapi,  saya tambah dengan pupuk organik cair yang dibuat dari limbah dapur,  ujar dia.

Ia mengingatkan, akuaponik itu sebenarnya berakar panjang dalam tradisi pertanian di Asia dan Amerika Latin.  Sementara, teknik yang dikenal sebagai akuaponik modern sebenarnya merupakan pengembangan oleh peneliti/praktisi Barat  yang dimulai pada 1960-an. Lelaki yang berasal dari keluarga petani di Jawa Tengah ini ingat benar, kakeknya dulu memiliki kolam ikan di halaman rumah dengan dapur.

Di kolam, kakeknya  memelihara ikan tawes atau lele lokal. Neneknya biasa membuang sisa-sisa nasi/makanan ke kolam ikan. Ikan akan memakan sisa limbah dapur dan rumah tangga yang organik.

Seperti makhluk hidup lain, ikan menghasilkan buangan berupa limbah yang kaya nutrisi ke air kolam. Nenek saya memanfaatkan air kolam yang kaya nutrisi untuk menyiram tanaman yang di kebun pekarangan, kacang panjang, cabai, bayam, kecipir, koro, dan sayuran lain, katanya bercerita.

Lalu apa yang membedakan akuaponik tradisional dulu dan sekarang? Yanto menunjuk pada cara  mengalirkan air dalam kolam yang kaya nutrisi ke tanaman. Akuaponik modern meminjam teknik yang lazim dalam kultur hidroponik, mengalirkan air secara mekanis, biasanya menggunakan pompa, ke tanaman, jelas dia.

Hal yang menyenangkan hatinya selama berakuaponik adalah pengaliran air ke tanaman berlangsung otomatis. Kami nggak perlu lagi nyiram tanaman dan air kolam selalu jernih, katanya tergelak.

Memuaskan hati

Januari ini tepat satu tahun Dede Rahmat Muslim telah menggeluti sistem akuaponik. Perkenalan dengan akuaponik, berawal dari ketidaksengajaan. Lelaki yang hobi bercocok tanam dengan sistem hidroponik semula ingin memiliki kolam kecil di teras depan rumahnya, kemudian ia mencari tahu mengenai filter khusus ikan koi, bakki shower melalui internet. Informasi yang keluar ada istilah mengenai akuaponik, Dede mengatakan, dari filter ikan, ada juga yang disebut dengan tanaman dan ikan.

Apa sih akuaponik? Saya cari di Facebook, ungkap Dede.

Ia pun menemukan grup Facebook, Belajar Akuaponik Indonesia, dari situ ia banyak belajar dari setiap posting-an teman-teman yang tengah belajar bercocok tanam dengan akuaponik. Dede juga mulai mengikuti seminar bersama dengan Mark Sungkar.

Melalui akuaponik Dede tidak perlu membutuhkan lahan yang lebih luas dan bisa memanfaatkan hasil dua sekaligus, yakni tanaman dan ikan. Sebelumnya konsep awal kolam ikan berada di depan rumahnya, tetapi Dede memilih untuk membangun lagi di samping teras dengan volume 700-800 liter air.

Dari awal hadirnya kolam ikan di rumahnya, Januari sampai November ia tidak pernah mengurasnya. Sebab, air kolam masih bersih dan tidak berbau. Kolamnya lebih hemat air, hanya memang dalam satu pekan ia terkadang menambahkan air karena Dede juga menggunakan air dari kolam untuk tanaman lainnya.

Alumnus dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka ini pun bersyukur tidak harus membeli pupuk, cukup hanya dengan memberikan makan ikan-ikannya. Pada saat pertama kali mencoba, Dede menggunakan 20 ekor ikan nila merah. Bukan dari bibit unggulan, hanya ikan biasa yang digunakan sebagai umpan arwana.

Lama-kelamaan ikannya bertambah menjadi banyak, bahkan hingga kini jumlahnya bisa mencapai 200 lebih,dan sisanya ia pernah mengambil untuk dikonsumsi. Dede menanam terong, seledri, dan stroberi. Kemudian ia pun menuai hasil yang baik, dalam tiga bulan.

Kebetulan saya dan istri saya suka stroberi dan ini biasanya tumbuh di pegunungan, tapi buktinya ini bisa tumbuh di Bekasi. Stoberi biasanya butuh dua tahunan, tapi ini dalam dua sampai tiga bulan sudah berbuah. Selama ini sudah tiga kali panen, kata Dede.     Oleh Rossi Handayani, ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement