Selasa 10 Jan 2017 16:00 WIB

Tuhan, Jangan Tinggalkan Aku (79)

Red:

"Mana, mana, mana Mom? Mana, mana, mana Dad?" ceracau anak laki-laki yang kini telah berumur 23, tetapi tingkah polahnya tetap terbelakang.

Masih beruntung jika selama ini ia jarang sakit, paling flu ringan atau batuk saja. Umurnya bertaut delapan tahun dengan Fatin. Jika normal tentu Victor sudah lulus perguruan tinggi, memiliki keluarga dan pekerjaan. "Victor, kita kan sudah mengantar mereka ke pemakaman,"

ujar Fatin berusaha memberi pengertian.

"Ke mana, ke mana, ke mana?" Sepasang matanya menatap kosong ke wajah Fatin.

"Ke rumah mereka yang baru, rumah yang bagus dan indah…."

"Mengapa pergi, mengapa?"

"Sudah waktunya, Adikku.

Nanti kita juga akan ada waktunya pergi."

"Oh, apakah kita bisa pergi jumpa Mom dan Dad?"

"Iya, kita bisa jumpa mereka asalkan…."

"Asalkan apa, asalkan apa?

Aku harus bagaimana?" cecar nya saat Fatin sengaja menggantung ujung kalimatnya.

"Asalkan kita baik-baik saja. Makan yang teratur, agar selalu sehat dan kuat."

"Oh, iya, harus sehat agar bisa pergi."

Sepasang mata itu seketika berbinar-binar.

Ada pengharapan di sana, ya Tuhanku, keluh Fatin hatinya serasa tersayat sembilu. Ridho yang telah beranjak remaja menghampirinya, kemudian mengajaknya bermain.

"Kita makan sambil melihat burung-burung di taman belakang, ayo, Brur," katanya seraya menggandeng lengan Victor.

"Iya, kita makan sambil main dengan burung-burung," sambut Victor mendadak riang gembira.

Untuk sementara Fatin dibantu Oma Lience Hartland bisa mengalihkan kesedihan, dukacita dan perkabungan Victor dan Ridho. Mereka melakukan wisata keliling Negeri Kincir Angin.

Berharap dengn mengunjungi tempat-tempat baru dan menyenangkan, hatinya akan terhibur dan tercerahkan.

"Sekarang jangan pergi-pergi terus," pinta Victor Hartland satu hari. "Kasihan Ridho, kelelahan dia. Harus kembali sekolah." "Iya, kita jangan jalan-jalan terus. Capek, Brur," sahut Ridho tertawa kecil.

"Nanti juga kita jumpa yang sudah pergi. Iya begitu, Kakak?" tanya Victor kepada Fatin. "Iya, tentu saja demikian adanya, Adikku," jawab Fatin terharu sekali mendengar adik angkatnya menyadari satu hal lagi dalam hidupnya.

Selama itu Victor mendapat terapi dari dokter keluarga. Ia pernah mengikuti sekolah khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, sejak mengalami sakit keras sampai berbulan- buan diopname, Oma Roselin tidak mengizinkan putranya kembali ke sekolah umum.

(Bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement