Rabu 28 Dec 2016 11:00 WIB

Tuhan, Jangan Tinggalkan Aku (67)

Red:

Hanya satu yang ingin dilakukannya saat itu; menyelamatkan diri dan anaknya!

@@@

BAB 12

KAPEL DI TENGAH SALJU

Entah berapa lama mereka berjalan, entah berapa jauh jarak yang telah mereka tempuh. Hingga suatu saat tiba-tiba mata Fatin melihat sebuah bangunan. Ternyata itu sebuah kapel, gereja kecil di tengah salju yang kian menebal.

Andaikan ada Masjid atau Mushola, tentu ia lebih suka ke sana. Namun, inilah, kapel yang disediakan oleh Tuhan untuk dirinya dan anaknya. Agar terbebas dari nestapa.

Dengan seluruh sisa kekuatan yang dimilikinya, tangan perempuan muda itu mendorong pintu kapel.

"Spadaaa! Spadaaa!" teriaknya gemetar.

Seorang pendeta tua, Dominee Hartland, warganegara Belanda, menyambut kedatangan ibu dan anak ini. "Apa yang terjadi, Anakku?" serunya tertahan dalam bahasa Belanda.

Ia terkejut sekali melihat kemunculan sosok berbalut baju hangat yang sudah penuh dengan salju itu. Wajahnya putih bagaikan mayat, bibirnya membiru.

"Kamu…. Itu gendong anak?"

"Aku, aku, mohon tolong…. Ini anakku, tolong rawatlah dia," sahut Fatin meracau dalam bahasa Belanda terbata-bata.

Ia melumbruk tak berdaya sesaat menyerahkan si kecil ke tangan pendeta tua itu. Oma Roselin, istri sang pendeta datang mendampingi suaminya.

"Apa kita bawa saja ke rumah?" tanya perempuan tua yang dikenal memiliki kepedulian terhadap sesamanya ini. "Sebentar, oh, kasihan sekali…."

"Mungkin imigran Palestina?" Oma Roselin menebak. "Tolong…." Fatin tersengalsengal dan kedinginan. "Kami dari Indonesia, kalian kenal bangsa kami, Indonesia, Indonesia…."

"Baik, baik, kami akan merawat kalian," ujar Dominee Hartland berjanji seolah ingin memungkas seluruh kesadaran yang masih dimiliki perempuan malang itu.

Fatin benar-benar pingsan setelah mengatakan pesan, agar Dominee Hartland berkenan melindungi anaknya.

"Aduh, dia pingsan!" seru Oma Roselin tertahan.

"Tenang, Rose, aku akan gendong anaknya dan mengganti bajunya. Engkau rawat ibunya di sini saja. Tidak perlu dibawa ke rumah dulu. Nanti aku cari bantuan," perintah sang suami.

Fatin baru siuman keesokan harinya. Hal pertama yang dilihatnya adalah seraut wajah tua, seorang lelaki bule, dari sorot matanya memancarkan belas kasihan yang mendalam. (Bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement