Jumat 09 Dec 2016 17:00 WIB

Tuhan, Jangan Tinggalkan Aku (53)

Red:

"Innalilahi…., astaghfirullah hal adziiim!" jeritnya ngenes sekali, tubuhnya seketika menggigil hebat.

"Aduuuuh, diapakan si jahanam, Anakku?" Ridho tidak menyahut, sepasang matanya terpicing sipit. "Ampunilah Mama, Anakku, Cintaku." Bibir si kecil menggeletar, ia menatap wajah ibunya sendu sekali.

Luluh-lantak rasanya hati Fatin. Perasaan bersalah menghunjam kisi-kisi kalbunya yang terdalam.

"Maafkan Mama, ya Nak, ampunilah Mama," ceracau Fatin seraya membuka tali yang mengikat kaki-kaki mungil itu. Air matanya bercucuran deras.

Lukanya adalah nestapa semesta ibu yang mencintai belahan jiwanya. Ia meraba kening si kecil, terasa panas sangat! "Demam?"

Tentu saja, si kecil dipisahkan dari ibunya sejak kemarin. Lebih dari 24 jam dia dibiarkan meringkuk di kamar kecil, musim dingin di luar niscaya kian merambah.Tak ada pemanasan sama sekali.

"Bicaralah, nak, bicaralah, ayo," pintanya mulai panik saat menyadari si kecil terdiam saja. Tiada lagi rintihan, apalagi seruan kecilnya yang menyayat hati.

Ia memegang pipi-pipi si kecil yang mulai tampak tirus, kehilangan seluruh lemak bayinya yang menggemaskan. Panasnya tinggi sekali.

"Hhhhh, hhhh…."

Nah akhirnya si kecil menggumam. "Dingin, ya Nak? Kedinginan? Tapi badanmu panas sekali?"

Fatin semakin panik. "Sebentar, Mama cari obat demam dulu, Cintaku," ujarnya seraya memangku si kecil.

Kemudian bagaikan gila ia menyisir seluruh apartemen, berharap menemukan kotak obat. Tak peduli dengan rasa nyeri yang menyengat di bagian selangkangannya. Tak peduli pula dengan kondisinya sendiri yang memilukan, kaos panjang tipis dengan robek di beberapa bagian.

Tidak, tak peduli dengan apapun lagi!

Baginya yang penting kini adalah keselamatan buah hati tercinta, belahan jiwanya. Kepada siapa drinya masih mampu bertahan hingga detik ini.

Andaikan si kecil sampai mengalami sesuatu, niscaya dirinya takkan sudi melanjutkan hidup lagi.

Tidak akan sudi!

Boleh jadi ia akan memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Oh, tidak, keenakan sekali! "Aku akan membunuhnya sebelum mati!"

Fatin menggemeretakkan gerahamnya, gigi- giginya terdengar gemelutuk. Tetapi kalau aku menjadi seorang pembunuh, bagaimana nasib anakku?

Siapakah yang akan mengasuhnya selama aku berada di penjara?

(Bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement