Rabu 17 Jun 2015 14:00 WIB

Rumah Tapak atau Apartemen?

Red:

Hunian pertama merupakan dambaan bagi setiap orang yang sudah beranjak mapan. Banyak faktor yang menjadi alasan saat seseorang memutuskan untuk membeli rumah perdana. Apa saja itu? Mari kita bedah satu per satu.

Salah seorang pembeli hunian pertama, Ramadhani Pratama Guna (25 tahun), menjadikan lokasi sebagai faktor paling utama, yakni berada di daerah strategis. Dengan kata lain, memiliki akses yang gampang dicapai dari berbagai arah dan ditunjang dengan sarana dan prasarana transportasi, seperti stasiun kereta api dan terminal bus/angkot.

Lalu faktor lain yang menjadi pertimbangannya, menurut  dia, yaitu mengenai harga dan desain hunian. "Tiga faktor inilah yang pada akhirnya membuat saya memutuskan membeli rumah  seken di sebuah perumahan daerah Bintara Jaya, Bekasi," katanya. Rumah yang dibelinya tersebut memiliki luas tanah 138 meter persegi dengan bangunan 86 meter persegi.

Pegawai salah satu bank pemerintah ini menyatakan, membeli rumah tersebut pada awal 2015 dengan harga Rp 600 juta melalui program kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan jangka waktu 20 tahun.

Dani menjelaskan alasannya lebih memilih membeli rumah seken dibanding  yang baru. Sebab, kata dia, jika membeli rumah baru untuk tipe sejenis pasti harganya di atas Rp 600 juta. Ditambah lagi, rumah baru yang berbentuk cluster biasanya berlokasi jauh dengan akses jalan utama.

Ketika ditanya tentang tren hunian vertikal (apartemen), ia mengaku tidak berminat dan cenderung lebih nyaman membeli rumah tapak. Sebab, menurut dia, apartemen tidak bisa dimodifikasi. Sementara, kalau rumah tapak, mau diperluas atau ditingkat akan bisa lebih lapang sehingga memiliki nilai plus.

Apartamen, menurut dia, hanya cocok bagi mereka yang masih single. Sedangkan, jika  sudah berkeluarga, rumah tapak akan lebih nyaman untuk ditinggali. "Misal kalau kita sudah punya anak, lebih enak dan nyaman tinggal di rumah  yang ada halamannya," kata dia.

Hal lainnya, yang membuat Dani lebih memilih rumah tapak ketimbang apartemen, yakni terkait masalah status hukum kepemilikannya. Rumah, kata dia, jelas memakai sertifikat hak milik (SHM), sedangkan apartemen hanya sebatas sertifikat strata title.

Apartemen lebih simpel

Berbeda dengan Dani, Ni Made Yuliati (27), justru lebih memilih membeli apartemen sebagai hunian pertamanya. Dia menyatakan, apartemen jauh lebih simpel dibanding harus membeli rumah tapak.

"Apartemen itu kan biasanya sarana-prasarananya lengkap. Jadi kita tak usah pusing memikirkan tetek bengek untuk perawatan," ujarnya. Ditambah lagi, apartemen memiliki sarana-prasarana lengkap di area sekitarnya, seperti tempat berolahraga, pusat perbelanjaan, maupun rumah makan/jajan.

Made menyatakan, dirinya ingin membeli hunian yang posisinya masih berada di tengah kota. Jika membeli rumah tapak di tengah kota, hal itu baginya tidak mungkin lantaran harganya yang sulit dijangkau.

Made membeli apartemen pada akhir 2011 dengan harga Rp 180 juta. Apartemen bertipe studio tersebut berada di kawasan Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Dan, lokasinya cocok dengan keinginannya yang berada di tengah-tengah Kota Jakarta.

Ditanya tentang proses pembelian apartemen, ia menyatakan menempuh proses KPR dengan jangka waktu selama 15 tahun. "Per bulannya rata-rata cicilannya sebesar Rp 2 jutaan, tergantung suku bunga yang sifatnya fluktuatif," kata dia.

Sepertiga gaji

Perencana keuangan dari Quantum Magna Financial, Muhammad B Teguh, menyarankan dua hal yang harus diperhatikan saat membeli hunian pertama, yakni uang muka dan cicilan per bulannya. Untuk uang muka, dia menyatakan, saat ini kisarannya sebesar 30 persen dari harga jual. Jadi, seseorang mesti menabung dulu agar bisa mencukupi uang mukanya.

Teguh menjelaskan, setelah uang muka selesai, barulah memikirkan cicilan per bulannya. Cicilan ideal maksimal sebesar sepertiga dari gaji. Ini bertujuan agar keuangan pribadi tetap sehat dan tidak kolaps.

Terkait pengajuan KPR ke bank, Teguh juga menyarankan agar dilakukan perbandingan secara mendalam, khusunya mengenai suku bunganya. Atau bisa juga memilih yang cicilan per bulannya tetap tetapi jangka waktunya lebih lama.

Mengenai lokasi, konsultan keuangan ini menyarankan agar dipertimbangan secara matang. Sebab, lokasi sangat erat kaitannya dengan  harga hunian tersebut. "Kalau mau cari yang murah, bisa lokasinya di pinggiran Jakarta. Tapi sebaliknya, jika di daerah Jakarta tentu harganya akan jauh lebih tinggi," ujarnya.

Selain itu, jangan remehkan juga biaya transportasi sehari-hari. Hal ini penting karena berkaitan dengan jarak antara tempat kerja dan lokasi hunian. Semakin jauh tentu akan semakin besar pula biaya yang akan dikeluarkan dalam setiap bulannnya. C05 ed:khoirul azwar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement