Ahad 15 Jan 2017 16:00 WIB

DPR akan Panggil Menteri BUMN

Red:

JAKARTA  -- Komisi VI DPR RI segera me manggil Menteri BUMN Rini Soe marno. Ini terkait pengesahan PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

Pekan depan kami akan panggil (Menteri BUMN). Kita evaluasi teknis dan proses pengesahan PP itu, kata anggota Komisi VI DPR, Zulfan Lindan, di Jakarta, Sabtu (14/1).

Zulfan menilai proses penerbitan PP pada akhir 2016 lalu tidak ideal. Proses penyusunan hingga pengesahan tidak dikonsultasikan dengan pimpinan DPR sejak awal.

Jika sudah ada pembicaraan, me nurut dia, tentu ada sosialisasi me ngenai PP oleh pimpinan DPR. PP tersebut menyatakan penyertaan modal dan keuangan kepada BUMN melalui APBN. Jika melalui APBN, (pembahasannya) harus melewati DPR, kata dia.

Menurut mantan sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu, karena berbentuk privatisasi, tentu tetap harus melalui DPR. Said mengatakan, ada banyak tafsiran akibat penerbitan PP tersebut. Di antaranya, menandakan pemerintah seolaholah ingin menghindari DPR dalam urusan pemindahan aset BUMN.

Itu kan tafsiran seperti sekarang, ujar dia. Said menilai, pemindahan aset negara yang ada di BUMN kepada perusahaan swasta harus betul-betul diperketat. Ini supaya tidak terjadi kongkalikong antara pemerintah dan pihak pengusaha.

Jangan sampai, kata dia, pemerintah karena dekat dengan si A, lalu diserahkan saja ke perusahaan dia. Menurut saya itu harus sangat ketat, ujarnya.

Dia menegaskan, pemindahan aset BUMN ke perusahaan BUMN lagi me mang tidak perlu melalui persetujuan DPR. Sebab, keduanya sama-sama milik negara.

Namun, sebaliknya, pemidahan aset BUMN ke perseroan terbatas atau swasta itu perlu diawasi ketat, terutama oleh DPR. Undang-undang menyebutkan, pemindahan aset negara atau BUMN ke swas ta itu adalah privatisasi. Nah, privatisasi harus persetujuan DPR, kata dia.

Pengawasan

Said menambahkan, perlu ada mekanisme pengawasan terhadap pemindahan aset BUMN ke swasta, yakni berupa persetujuan DPR RI. Dengan begitu, jika terjadi sesuatu yang merugikan, ada bentuk pertanggungjawaban politik dari DPR. Prosesnya mungkin panjang.

Kita berharap DPR juga objektif melihatnya, bukan karena kepentingan, kata dia. Sebelumnya, pemerintah mengesahkan PP Nomor 72 Tahun 2016. PP ini menggantikan PP Nomor 44 Tahun 2005 ten tang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

PP tersebut berlaku sejak 30 Desember 2016 lalu. PP ini adalah hasil revisi ter hadap PP nomor 44 tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas (perusahaan swasta).

Dalam PP 72 2016 itu, ada tambahan berupa pasal 2A yang disisipkan di antara Pasal 2 dan Pasal 3 sebagaimana ada dalam PP 44 Tahun 2005.

Pasal 2A menyebutkan pemindahan aset negara yang ada pada BUMN ke pihak swasta dilakukan tanpa melalui mekanisme pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).      rep: Dian Erika Nugraheny, Umar Mukhtar, ed: Nashih Nashrullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement