Rabu 21 Dec 2016 17:00 WIB

Di Balik Cabai dari Cina

Red:

Isu soal Cina kembali mengusik publik. Setelah ramai soal masuknya puluhan ribu tenaga kerja Cina ke Indonesia, kini publik dirisaukan soal masuknya tanaman berbakteri dari Cina. Bibit tanaman itu ditanam oleh empat orang warga Cina di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Padahal, status izin mereka ke Indonesia hanya menjadi wisatawan.

Menurut Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Antarjo Dikin, warga negara Cina itu diketahui melakukan aksi tanam secara ilegal. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang diterbitkan oleh Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian pada 24 November 2016, benih cabai yang ditanam dinyatakan positif terinfestasi bakteri Erwinia chrysantemi, organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) A1 golongan 1.

Mengingat besarnya risiko bagi pertanian cabai nasional, maka dilakukan pencabutan tanaman cabai, baik yang ada di persemaian maupun areal pertanaman dan diangkut ke Instalasi Karantina Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta untuk dilakukan pemusnahan.

Tim P2 (pengawasan dan penindakan) Badan Karantina Pertanian menemukan benih ilegal ini atas kerja sama Kantor Imigrasi Kelas I Bogor yang menangkap empat warga negara asing (WNA) asal Cina pada 8 November lalu. WNA asal Cina tengah melakukan aktivitas bercocok tanam cabai.

"Aktivitas ini melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, di antaranya terkait penyalahgunaan izin tinggal," kata Antarjo, belum lama ini.

Antarjo juga menuding Kantor Imigrasi telah kecolongan atas kegiatan berbahaya tersebut. Mengingat bibit dan tanaman itu membawa bakteri yang belum pernah ada di Indonesia dan belum bisa diberikan perlakuan apa pun terhadap tanaman yang terindikasi.

"Kalau saya bilang ini Imigrasi kebobolan. Seharusnya kalau sudah lewat masanya kok belum balik, ya dicari-cari dong," kata Antarjo.

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie meminta tudingan itu tak dialamatkan kepada lembaganya. Karena, kata dia, pengawasan warga negara asing bukan saja menjadi kewenangan Imigrasi, melainkan juga pihak terkait. Mengingat bibit dan tanaman itu membawa bakteri yang belum pernah ada di Indonesia, ia mempertanyakan mengapa orang asing yang membawa bibit tanaman tidak bisa dicegah oleh pihak Karantina Tanaman.

"Pengawasan orang asing bukan semata-mata menjadi tugas Ditjen Imigrasi, melainkan juga menjadi tugas dan fungsi Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati yang dipimpin oleh Pak Antarjo Dikin sendiri," ujarnya.

Adapun, yang jelas, saat ini keempat warga Cina itu telah ditahan sejak Kamis (10/11). Mereka adalah XQJ (51 tahun), tanpa dokumen atau paspor, YWM (37) juga tidak memiliki dokumen resmi, GZJ (52) memiliki paspor berlaku hingga 2019, dan GHQ (53) memiliki paspor berlaku sampai 2026. Keempatnya berjenis kelamin laki-laki. Mereka diketahui sudah beraktivitas di kebun cabai kurang lebih selama empat bulan. Selain itu, sebanyak 5.000 batang cabai ilegal disita dan dimusnahkan oleh Badan Karantina Pertanian.

Namun, masalah ini tidak hanya sekadar menjadi masalah teknis pertanian ataupun izin tinggal. Tetapi, juga sejumlah pihak mengaitkannya dengan masalah kedaulatan.

Seperti yang disampaikan oleh mantan menteri hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. Dia menilai, kasus penanaman cabai mengandung bakteri berbahaya oleh warga negara Cina di Bogor sudah masuk wilayah subversif. "Ini sudah subversif," ujar Yusril.

Pada Jumat (9/12), lewat kicauannya ia menjelaskan persoalan ini. Menurutnya, sudah saatnya polisi turun tangan menyelidiki masalah itu. "Ini bukan lagi kewenangan Imigrasi dan Karantina Tumbuhan," katanya.

Warga negara Cina, kata dia, diam-diam menanam cabai dan bibit tanaman lain di suatu tempat dan setelah diteliti mengandung bakteri membahayakan. "Membahayakan tanaman sejenis, jelas bukan kegiatan petani biasa. Polisi patut menduga ini adalah kegiatan sengaja yang terencana dengan rapi," kata ia.

Dalam bahasa politik, kegiatan itu dapat digolongkan sebagai sebuah infiltrasi atau subversi untuk meruntuhkan ekonomi suatu negara. "Bayangkan kalau cabai, bawang, dan aneka sayuran kita musnah karena bakteri yang belum ada penangkalnya, negara pasti impor bahan-bahan tersebut," ujarnya.

Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin, mengatakan, ditemukannya cabai yang telah ditanam di Indonesia oleh warga Cina merupakan pukulan berat bagi Indonesia. Hal tersebut disinyalir bisa berujung pada perang ekonomi untuk menjajah Indonesia. Cabai tersebut mengandung bakteri berbahaya yang mengancam kelangsungan tanaman pangan lokal.

"Ini merupakan bentuk perang biologis yang dilancarkan negara asing kepada Indonesia," kata Akmal.

Akmal mengatakan, Undang-Undang Karantina yang saat ini dibahas DPR dengan pemerintah perlu memuat pasal-pasal pertahanan negara yang sangat kuat. Sebab, bila pertahanan karantina ini lemah, sama saja membuka peluang negara ini dihancurkan dengan mudah oleh negara lain dengan cara perang biologis yang dampak kerusakan terhadap negara sangat mengerikan.

"Aksi warga asing yang menanam cabai dengan melibatkan bakteri Erwinia chrysanthemi merupakan bentuk tindakan 'bioterorism'. Sebab, jenis bakteri ini belum ada di Indonesia. Jika ini menyebar ke seluruh negeri, maka akan membawa bencana fatal karena negara kita belum mampu mengendalikannya kecuali dengan cara pemusnahan," kata dia.

Ia juga menyampaikan, perang ekonomi melalui perang biologis tanaman pangan saat ini meskipun samar, sudah mulai terlihat antara Amerika dan Eropa. Isu transgenik sangat gamblang dilancarkan negara-negara maju dunia yang berawal dari isu kesehatan yang kemudian berdampak pada perang ekonomi. Indonesia sebagai produsen pangan yang sekaligus konsumen bibit merupakan negara yang secara langsung terdampak.

Adanya cabai yang ditanam langsung di Indonesia oleh warga asing ini sudah merupakan kegiatan secara terbuka hendak menghancurkan tatanan masyarakat Indonesia melalui perang biologis. Kronologis kerusakan yang akan ditimbulkan berawal dari musnahnya tanaman pangan lokal tanpa mengetahui bagaimana cara mengatasinya.

"Sudah saatnya negara ini memperkuat komisi pengawas keanekaragaman hayati dan serius membentuk Badan Karantina Nasional yang mampu mengakses bea cukai. Segala pengamanan berlapis harus sudah mulai diterapkan. Ini merupakan peringatan keras bagi negara ini. Karantina, Imigrasi, dan pengawas transgenik saling sinergis berlapis mengamankan serangan biologis yang sudah mulai dilancarkan negara luar kepada Indonesia," kata dia.    Oleh Crystal Liestia Purnama, Mabruroh, Dwi Murdaningsih, Teguh Firmansyah, ed: Muhammad Hafil   

Bantahan Cina

Terkait hal tersebut, Kedutaan Besar Cina untuk Indonesia menyatakan, apa yang dilakukan warganya di luar negeri tidak membawa agenda tertentu dari negaranya.

Dalam dokumen pernyataan yang diterima Republika.co.id, Rabu (14/12), Kedubes Cina menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini, pertukaran personel antara Cina dan Indonesia semakin meningkat. Cina telah menjadi negara asal wisatawan mancanegara terbesar bagi Indonesia.

"Semakin banyak warga negara Cina berkunjung ke Indonesia. Mereka akan mengenal teman-teman Indonesia, mempelajari budaya Indonesia, dan mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan mitra Indonesia," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Warga Cina diklaim telah memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan persahabatan dan kerja sama antara kedua negara dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia. "Tiongkok (Cina) telah membaca berita di media belakangan ini terkait penanaman cabai oleh empat warga negara Tiongkok di Indonesia."

Kedubes menulis, Pemerintah Cina selalu meminta warga negaranya agar menaati undang-undang dan peraturan setempat saat berada di luar negeri. Pemerintah Cina juga meminta warganya untuk menghormati adat istiadat setempat dan hidup rukun dengan masyarakat lokal.

"Apabila terjadi kasus pelanggaran peraturan atau hukum oleh warga negara Cina secara individu di Indonesia, Pemerintah Cina menghormati penanganan yang adil berdasarkan hukum, dan fakta oleh penegak hukum Indonesia. Di samping itu, hak-hak yang sah warga negara Cina tersebut diharapkan betul-betul terlindungi."

Menurut Kedubes Cina, kegiatan individu warga negara telah disalahtafsirkan sebagai kegiatan negara asalnya, dengan tuntutan "sebagai sebuah infiltrasi atau subversi untuk meruntuhkan ekonomi suatu negara", dan "senjata biologis untuk menghancurkan ekonomi Indonesia". "Hal ini sama sekali tidak berdasarkan fakta dan susah dipahami serta sangat mengkhawatirkan," tulis Kedubes.     Oleh Dyah Ratna Meta Novia, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement