Selasa 17 Jun 2014 12:00 WIB

Buku Saku Netralitas untuk Prajurit

Red:

Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersikap netral dalam pemilihan umum, baik pemilu anggota legislatif maupun pemilu presiden. Hal itu menjadi keniscayaan yang mutlak.

TNI tampaknya tidak main-main dalam masalah ini. TNI, khususnya Komando Daerah Militer IV/Diponegoro, menunjukkan kesungguhannya menjaga netralitas dalam pemilu dan pemilihan kepala daerah dengan menerbitkan Buku Saku Netralitas TNI dalam Pemilu Prajurit Kodam IV/Diponegoro.

 

 

 

 

 

 

 

 

Penerbitan buku saku ini jauh hari sebelum kasus dugaan keterlibatan oknum bintara pembina desa (babinsa) dalam kampanye pilpres muncul ke permukaan atau sebelum pelaksanaan pemilu legislatif.

Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Mayjen TNI Sunindyo mengatakan bahwa buku saku itu merupakan himpunan dari buku dan referensi tentang netralitas TNI yang dikemas secara khusus untuk dapat digunakan sebagai pedoman oleh para perwira, bintara, tamtama, dan pengawai negeri sipil (PNS) di jajaran Kodam IV/Diponegoro. "Sikap netral dan tidak memihak akan dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab oleh setiap prajurit dan PNS Kodam IV/Diponegoro yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Pangdam Mayjen TNI Sunindyo, pekan lalu.

Terkait dengan hal itu, lanjut Pangdam IV/Diponegoro, keberadaan buku tersebut tentunya akan sangat bermanfaat dalam mewujudkan netralitas TNI di wilayah Kodam IV/Diponegoro. Dalam buku saku setebal 20 halaman plus 22 halaman tambahan itu, disebutkan bahwa netralitas TNI merupakan amanah dalam pelaksanaan reformasi internal TNI sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Makna lema netral dalam buku tersebut adalah tidak berpihak, tidak ikut, atau tidak membantu salah satu pihak. Kemudian, yang dimaksud dengan netralitas TNI yakni TNI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Khusus bagi keluarga prajurit TNI (istri/suami/anak), hak memilih merupakan hak individu selaku warga negara. Dalam hal ini, institusi atau satuan dilarang memberi arahan di dalam menentukan pelaksanaan dari hak pilihan tersebut.

Larangan lainnya, prajurit TNI tidak diperkenankan memobilisasi semua organisasi sosial, keagamaan, dan ekonomi untuk kepentingan partai politik dan kandidat tertentu. Di samping itu, prajurit dilarang menjadi juru kampanye serta larangan lain yang sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo memandang perlu mengubah sementara pola gerak babinsa menjelang pemilihan umum, baik pemilu anggota legislatif maupun pilpres. Sebab, menurutnya, struktur TNI tidak harus selalu paralel dengan organisasi pemerintah.

Hal itu termaktub dalam penjelasan Pasal 11 Ayat (2) tentang TNI bahwa dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan. "Artinya, tugas dan fungsi babinsa juga perlu dievaluasi dan pola gerak menjelang pemilu anggota legislatif dan pilpres harus diubah sementara dan tetap dalam pengawasan tugas komandan, atasannya," kata Tjahjo.

Terkait dengan dugaan oknum babinsa terlibat kampanye, ketua tim kampanye nasional pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla itu mengatakan, "Sebagai manusia, seorang babinsa wajar khilaf dalam menjalankan tugas. Kendati demikian, harus terus diingatkan karena bisa merusak kehormatan institusi."  antara ed: muhammad fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement