Selasa 13 Dec 2016 18:00 WIB

Harmonisasi Gerakan PPK

Red:

Penguatan pendidikan karakter sudah pernah diluncurkan sebagai gerakan nasional pada 2010. Akan tetapi, gemanya belum terasa sampai sekarang lantaran perlu digaungkan dan diperkuat kembali menjadi gerakan nasional melalui program nasional PPK dalam lembaga pendidikan.

Ketua Tim Penguatan Pendidikan Karakter, Arie Budhiman mengatakan, karakter adalah watak, perilaku, dan budi pekerti yang menjadi ruh dalam pendidikan. Diperlukan suatu gerakan untuk melakukan PPK melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik). PPK memiliki skema kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dengan dukungan pelibatan publik, yang merupakan bagian dari GNRM.

"Melalui PPK kita memiliki metode yang tepat untuk mempersiapkan daya saing generasi anak bangsa. Tentunya bersifat dinamis dan sangat mempertimbangkan keberagaman kondisi sekolah," ujar dia di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, gerakan PPK yang sudah didesain oleh sekolah atau satuan pendidikan perlu dievaluasi untuk menilai apakah seluruh prinsip penguatan telah diimplementasikan. Dengan begitu, tujuan pendidikan karakter bisa tercapai.

Ia menjelaskan, sistem evaluasi dan penilaian PPK dilakukan terhadap desain aspek evaluasi ini. Yaitu desain program, implementasi, dan evaluasi. Implementasi digunakan sebagai perangkat untuk menilai keberhasilan program PPK di sekolah.

Sementara, evaluasi dan penilaian program PPK tidak dilakukan untuk menilai dan mengevaluasi individu per individu. Akan tetapi, untuk mengukur kondisi awal sekolah, memonitor pelaksanaannya, dan mengevaluasi dampak program. Apakah yang dilakukan sekolah sudah memenuhi harapan seperti yang ditetapkan dalam prinsip pengembangan PPK. Penilaian peserta didik secara individual dilaksanakan sesuai dengan kebijakan kurikulum yang berlaku dan diterapkan sekolah.

Arie menjelaskan, desain evaluasi program mengacu pada prinsip PPK yang dijabarkan dalam tema evaluasi dan indikator yang menyertainya. Penilaian keberhasilan pendidikan karakter di lingkungan sekolah dilakukan secara objektif, transparan, dan melibatkan para pemangku kepentingan pendidikan.

Yang melakukan evaluasi dan penilaian keberhasilan pendidikan karakter adalah individu yang relevan, seperti staf sekolah, pengawasan, dinas pendidikan, dan perwakilan komunitas. Evaluasi dan penilaian dilakukan mendasarkan pada standar evaluasi dan pengukuran kendali mutu program penguatan pendidikan karakter.

Menurut dia, ada lima karakter utama yang ingin ditanamkan pada pelajar, khususnya jenjang SD dan SMP. "Nasionalisme, integritas, kemandirian, gotong royong, dan religius. Lima hal tersebut berdasarkan nilai-nilai GRNM. Serta, karakter yang dibutuhkan untuk masa depan generasi emas bangsa Indonesia," kata dia.

Namun, Arie mengatakan, setiap sekolah akan diberikan kreativitas untuk mengembangkan nilai karakter lainnya. Khususnya, sesuai dengan kearifan lokal dan budaya sekolah masing-masing.

Arie mengatakan, saat ini konsep PPK sedang dalam tahap pengkajian kebijakan. Yakni kegiatan konsultasi publik, menghimpun praktik-praktik sekolah yang sudah melaksanakan full day school (FDS) atau sekolah pendidikan karakter, dan persiapan piloting PPK dengan prioritas di jenjang SD dan SMP.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta itu menyebut, piloting akan dilaksanakan secara bertahap. Antara lain, dengan memerhatikan keberagaman sekolah, berdasar aspek keterwakilan wilayah (kota, pinggiran, desa), aspek inisiatif sekolah/daerah, sekolah pelaksana K13 (kurikulum 2013), aspek akreditasi, serta perwakilan sekolah negeri dan swasta.

Arie masih enggan menjelaskan teknis pelaksanaan FDS di daerah dan kota. "Untuk penerapan kebijakan publik, kan kita harus melakukan tahapan kajian yang matang dan memerhatikan keberagaman sekolah-sekolah," ujar dia.

Ia menyebut, pra-piloting pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017 sebagai uji coba terbatas. Sementara, tahap uji coba akan dilakukan pada tahun pelajaran 2017/2018. Ia berujar, Kemendikbud akan menyiapkan modul pengembangan pelatihan untuk kepala sekolah dan guru.

Sementara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, program yang dibuat oleh kementeriannya telah sesuai dengan apa yang diamanatkan Presiden Joko Widodo, yaitu agar Kemendikbud memberikan porsi lebih besar dalam hal membangun karakter generasi muda.

"Apapun istilah sebenarnya, kita ingin membangun karakter. Jadi, ini lebih pada program pendidikan karakter di sekolah. Ini juga sesuai yang diamanatkan presiden kepada saya," kata dia menjelaskan.

Penguatan budaya sekolah yang sifatnya rutin harian bisa dilakukan berdasarkan prioritas nilai. Misalnya, Senin–Nasionalis, yaitu prioritas nilai yang akan dikembangkan dalam keseluruhan pengalaman dan kesadaran peserta didik adalah fokus pada nilai cinta bangsa.

Sekolah mengadakan upacara bendera sebelum memulai pelajaran dan menyanyikan lagu-lagu wajib. Cinta bangsa menjadi fokus dan orientasi seluruh kegiatan di lingkungan pendidikan, baik itu dalam pembelajaran di dalam kelas, kegiatan ekstrakurikuler, maupun kokurikuler.

Kemudian, Selasa–Integritas, yaitu prioritas nilai yang akan dikembangkan dalam keseluruhan pengalaman dan kesadaran peserta didik adalah fokus pada nilai integritas. Contoh lainnya, Rabu–Mandiri, Kamis–Gotong Royong, dan Jumat-Religius.

Mendikbud mengatakan, akan mengubah pola pendidikan di SD dan SMP menjadi sekolah yang berbasis pendidikan karakter. "Di SD nanti, 70 persen porsi pendidikan akan berbasis pada pembentukan karakter siswa dan selebihnya pendidikan keilmuan (70:30), sedangkan di SMP 60 persen pendidikan karakter (60:40)," kata dia.

Pendidikan karakter yang dimaksud adalah mengajarkan pada siswa tentang karakter personal, seperti hidup jujur dan memiliki budaya antre serta karakter sosial, yakni memiliki tanggung jawab sosial. Kemudian, menghargai perbedaan dan pendapat orang lain serta menumbuhkan sikap nasionalisme.

Menteri mengatakan, kementerian sudah membentuk sebuah tim yang sedang mempersiapkan penerapan pendidikan berbasis pembetukan karakter. Pada 2016, diharapkan sudah ada 500 percontohan sekolah berbasis karakter. Lalu, pada semester pertama 2017, naik menjadi 1.500 sekolah dan tiga tahun ke depan sudah diterapkan pada seluruh sekolah.

"Pendidikan karakter ini penting karena karakter merupakan fondasi bangsa. Kalau fondasinya baik, apa pun yang dibangun di atasnya akan baik dan kokoh. Akann tetapi, kalau fondasinya rapuh, semua yang dibangun di atasnya akan mudah roboh," kata dia.       c01, ed: Mansyur Faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement