Jumat 06 Jun 2014 14:00 WIB

Memfasilitasi Periset di Tanah Air

Red:

Tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang bingung setelah menyesaikan pendidikannya di perguruan tinggi di luar negeri enggan kembali ke Tanah Air. Selain alasan ekonomi, ada kekhawatiran hasil riset yang dilakukan semasa kuliah di luar negeri tak digunakan di Indonesia. Mereka pun akhirnya memutuskan menetap dan bekerja di luar negeri dan kepiawaian mereka akhirnya dinikmati negara lain.

Zuhud Rozaki, mahasiswa Program Doktor United Graduate School of Agiculture Gifu University, Jepang, mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa Indonesia tidak segera kembali setelah menyesaikan pendidikan tingginya. Mereka lebih memilih bekerja atau melanjutkan riset di luar negeri. Di Jepang, misalnya, para peneliti muda dapat bereksperimen beragam kegiatan. Hasil penelitiannya cukup bagus dan bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dana untuk riset yang mereka perlukan bisa turun dengan mudah tanpa birokrasi yang rumit.

Suatu hal yang tidak mudah didapat ketika pulang ke Tanah Air. Alat-alat penelitian tidak mendukung sehingga terpaksa kembali pada riset yang sederhana. Meski sudah lulus dari luar negeri, tidak ada jaminan mendapat pekerjaan yang layak. “Belum tentu ilmunya bisa terpakai,” katanya.

Padahal menurutnya, orang cerdas dan jenius di Indonesia sangat banyak. Ketika Indonesia membutuhkan ribuan doktor,  negara cukup memberi jaminan pekerjaan yang pasti dan layak. Dengan begitu, para doktor bisa diberdayakan untuk memajukan Indonesia. “Lulus dari luar negeri meski sampai doktor, jika pulang ke Indonesia, belum ada jaminan mendapat pekerjaan yang layak,” ujarnya.

Namun, Kepala Pusat Penelitian Bioteklologi LIPI Witjaksono mengatakan mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri semestinya tidak perlu khawatir tak dapat pekerjaan setelah lulus. Kenyataannya,  hampir setiap tahun selalu dibuka kesempatan untuk menjadi peneliti baru di LIPI.

Dana dan fasilitas penelitian kini bukan lagi alasan untuk tidak kembali dari luar negeri. Menurutnya, dana berpuluh-puluh miliar telah digelontorkan pemerintah untuk mendukung riset. Meski diakuinya dana riset saat ini memang masih 0,08 persen dari pendapatan nasional (PDB).

Jika pemerintahan mendatang bisa menaikkan dana riset setidaknya menjadi satu persen dari PDB, ini akan makin mendukung riset di Indonesia. Penghasilan sebagai peneliti, menurutnya, juga sudah terbilang layak.

Selain itu, kini juga makin banyak kerja sama dengan luar negeri yang ditawarkan kepada peneliti Indonesia. Negara maju kerap mengajak kerja sama untuk meneliti suatu bidang. Ini pun bisa menjadi satu peluang bagi peneliti Indonesia. Lulusan dari luar negeri bisa terlibat dalam hal ini.

“Jangan takut pulang,” katanya.

Witjaksono juga tidak mempermasalahkan  mahasiswa Indonesia yang telah lulus dari luar negeri namun tidak segera pulang. Ia justru menyarakan para doktor di luar negeri untuk menampah pengalaman setidaknya selama tiga tahun di luar negeri agar ilmu yang dimiliki semakin matang. Kematangan ilmu ini kelak diperlukan untuk mencarikan solusi dari masalah yang ada di Indonesia.

Menurutnya, jika belajar di luar negeri untuk S-2 atau S-3 saja sejatinya belum cukup untuk menjawab tantangan yang ada di Indonesia. “Kalau tidak langsung pulang, ya tidak masalah. Tambahlah beberapa tahun, setelah pulang, nanti sudah menjadi ahli,” ujar Witjaksono.

Hal serupa juga dialami mahasiswa Cina yang menimba ilmu di Amerika Serikat. Karena keadaan politik, mahasiswa Cina ini tak segera pulang setelah lulus. Mereka menetap di AS dan melakukan riset di sana. Setelah kondisi politik di Cina mulai stabil, para doktor itu pulang ke Cina dan membangun negaranya. Hasilnya, kini Cina menjadi salah satu negara yang penuh inovasi dan teknologinya tak bisa diremehkan.

Pengamat pendidikan Muhammad Abduhzen mengatakan bahwa pemerintah harus makin memperjelas kerangka pengiriman mahasiswa ke luar negeri. Saat ini, pemerintah makin banyak menggelontorkan dana beasiswa untuk sekolah di luar negeri. Agar beasiswa yang diberikan kepada siswa bermanfaat bagi kemajuan bangsa, pemerintah harus mendata bidang-bidang apa saja yang dibutuhkan negara.

Tak hanya itu, mereka yang dikirim juga harus mendapatkan jaminan pekerjaan ketika pulang. Hal ini seperti ikatan dinas sehingga anak-anak yang mendapatkan beasiswa kembali lagi untuk membangun bangsa. Mahasiswa tersebut harus diberikan perspektif apa yang nantinya bisa mereka lakukan ketika kembali ke dalam negeri. “Banyak terjadi, setelah mereka pulang, mereka tidak mendapat fasilitas atau jabatan sesuai dengan keberhasilan mereka berjuang di luar negeri,” kata Abduhzen.

Tak sedikit mahasiswa yang memperoleh cum laude dari luar negeri akhirnya tidak bisa melakukan eksperimen  lantaran tak didukung fasilitas atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tanpa ada jaminan pekerjaan, akan sulit menarik doktor-doktor lulusan luar negeri mau bekerja di Indonesia. Jangan sampai, muncul pandangan para lulusan luar negeri merasa tidak dihargai di negara sendiri, tapi lebih dihargai di negeri orang.rep:dwi murdaningsih ed: hiru muhammad

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement