Rabu 28 Dec 2016 16:00 WIB

Tinggi Komitmen, Minim Aksi

Red:

Baik upaya penindakan maupun pencegahan telah dilakukan oleh KPK. Meskipun begitu, tetap saja pelaku korupsi yang melibatkan penyelenggara negara di daerah lalu lalang terjerat KPK, termasuk salah satunya kepala daerah. Terhitung hingga Desember 2016 ini, ada kurang lebih 69 kepala daerah yang sudah terjaring KPK. Mereka raja-raja kecil di daerah yang terjaring KPK, baik melalui operasi tangkap tangan maupun penyelidikan KPK. Sebanyak 10 di antaranya diketahui ditetapkan KPK sepanjang 2016.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, program koordinasi supervisi pencegahan yang ditawarkan KPK mendapat antusiasme dari banyak kepala daerah. Hal ini dilihat dari setiap provinsi yang dikunjungi KPK bersedia menandatangani penerapan empat menu wajib tersebut sebagai komitmen para kepala daerah.

Sayangnya, komitmen kepala daerah yang telah ditandatangani tersebut kemudian tidak diimbangi dengan rencana aksi dalam penerapannya. "Jadi, banyak pas komitmen ini pada seneng saat tanda tangan. Tapi, pas rencana aksi termehek-mehek. Ada daerah yang komitmennya seneng diekspos, tapi begitu rencana aksi alasannya macem-macem," kata Pahala.

Ia mencontohkan, dari enam provinsi yang paling ditarget saja, masih banyak kabupaten yang belum menindaklanjuti rencana aksi. Ia mengungkapkan, dari 33 kabupaten/kota di Sumatra Utara, baru ada 15 kabupaten dan kota yang menerapkan e-budgeting hasil pembinaan korsup pencegahan KPK.

Karena itu, pihaknya menargetkan tidak hanya komitmen pemda-pemda saat penandatanganan, tetapi juga dibuktikan melalui rencana aksi. Untuk itu, KPK akan melakukan pendampingan terhadap enam provinsi target, dua daerah tambahan, dan daerah-daerah peserta pilkada serentak.

"Jadi, nanti 101 daerah kita kumpulkan, kita tawarkan, lalu pilkada tahun depannya lagi juga. Kalau ter-install kan lumayan untuk pencegahan. Jadi, ada yang kita tawarkan saja, mau ambil seterah. Kalau ditawarin agak maksa itu enam wajib dan dua itu," kata Pahala.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, telah berulang kali mengingatkan kepala daerah agar memahami area rawan korupsi. Hal ini salah satunya dimulai dengan memperhatikan proses perencanaan anggaran.

"Semua aturan kepala daerah harus memahami area rawan korupsi, terus kami sampaikan menyangkut dana anggaran, hibah bansos, retribusi, dan mekanisme tender proyek semua sudah diatur," kata Tjahjo.

Terlebih, daerah juga telah didorong agar menerapkan e-government. Hal ini sebagaimana kerja sama Kemendagri dengan KPK dalam mencegah korupsi di tata kelola pemerintahan daerah.

Meskipun, hal ini ternyata tidak membuat sejumlah kepala daerah "kapok" untuk melakukan korupsi. Pengamat otonomi daerah dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, mengatakan, penerapan e-government hanya bagian teknis dari implementasi pencegahan. Tetapi, lebih jauh yang harus dibenahi adalah mental atau faktor manusia kepala daerah tersebut.

"Sebenarnya implementasi itu peranti teknis saja, tapi di belakang itu kan faktor manusianya. Kalau tidak dibenahi, tidak akan jalan itu e-government," kata Endi.

Karena itu, sejumlah persoalan harus dibenahi, yakni relasi kuasa politik di daerah. Endi menyebut, relasi kuasa dan dinasti politik serta konstituen di daerah berperan dalam mendukung praktik korupsi di daerah.

"Kasus korupsi Cimahi misalnya. Ternyata TPP tidak berperan, tapi memang soal relasi kuasa, makanya jadi perhatian agar dinasti politik itu tidak dibuka," katanya.

Endi melanjutkan, dalam penerapan e-government juga harus didukung dengan keterbukan dan transparansi. Menurutnya, penerapan e-government secanggih apa pun tidak akan berjalan jika kepala daerah tersebut tidak berkomitmen untuk tata kelola pemerintahan yang terbuka.

Hal terpenting lain, kata Endi, pengawasan di daerah mengingat pemerintah daerah memiliki otoritas penuh di daerah. Sehingga, tidak adanya pengawasan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan oleh relasi kuasa tersebut.

"Penting. Keberadaan inspektorat sangat dibutuhkan di daerah sebagai alat deteksi dini pencegahan, tapi tidak dengan desain saat ini yang terbatas penindaknnya karena di bawah kepala daerah," kata dia.     Oleh Fauziah Mursid, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement