Sabtu 29 Mar 2014 12:00 WIB

Dana JKN Masih Terkendala

BPJS
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
BPJS

REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR -- Dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih ada yang belum sampai ke sejumlah puskesmas di Tanah Air. Keterlambatan ini diyakini menghambat pelayanan kesehatan untuk masyarakat.

Salah satu puskesmas yang belum menerima dana JKN adalah Puskesmas Kassi Kassi di Makassar. “Sampai sekarang, dananya belum turun,” kata kepala Puskesmas Maryathi, Kamis (27/3). Menurut dia, dana yang didapat Puskesmas Kassi Kassi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sekitar Rp 3 miliar per tahun.

Keterlambatan tersebut membuat pihak puskesmas harus memutar otak dalam memberikan pelayanan ke masyarakat. Para pekerja pun merasa resah karena sudah lebih dari tiga bulan tenaga mereka belum dibayar.

Hingga saat ini, Puskesmas Kassi Kassi mengandalkan kucuran dana lain dalam membiayai segala bentuk kegiatan pelayanan kesehatan. Selain dari BPJS, puskesmas juga mendapat dana kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kepala Cabang BPJS Makassar Muhammad Ali menjelaskan, pihak BPJS sudah membayarkan klaim atau tagihan ke fasilitas kesehatan. “Dananya sudah kami bayarkan ke Dinas Kesehatan daerah per tanggal 15 setiap bulannya dan 15 hari setelah dokumen diklaim secara lengkap,” kata dia. Sehingga, seharusnya Dinas Kesehatan daerah telah menyerahkan dana tersebut pada puskesmas.

Meskipun demikian, atas masalah ini, BPJS Makassar akan melakukan evaluasi. Dia pun berharap pemerintah pusat dapat segera menyelesaikan peraturan yang akan memperpendek rantai birokrasi dalam penyaluran dana JKN. Hingga Maret 2014, total pembayaran JKN di kantor BPJS cabang Makassar sebesar kurang lebih Rp 25 miliar.

Direktur Hukum Komunikasi dan HAL BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro menyatakan, hingga Januari, pembayaran kapitasi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama yang telah direalisasikan secara nasional mencapai Rp 645,178 miliar. Sedangkan, pada Februari mencapai Rp 395,207 miliar.

Selain keterlambatan dana, pelaksanaan JKN di lapangan juga terkendala ketiadaan petunjuk teknis yang jelas. “Hal ini harus dikeluarkan demi keamanan proses pelaksanaan JKN,” ujar Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Sulawesi Selatan Abdul Kadir.

Menurut dia, belum jelasnya pelaksanaan secara teknis, terutama dalam hal menentukan persepsi mengenai kapasitas penanganan penyakit. Dalam 155 penyakit, ada ketentuan untuk menyelesaikannya di tingkat puskesmas atau Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan (PPK) tingkat satu. Namun, level kompetensi penanganan penyakit tidak diatur dengan jelas.

Dia mencontohkan, penanganan penyakit epitaksis atau pendarahan di hidung. Penyakit ini bisa digolongkan menjadi tipe 4 atau 3B. Apabila kasus penyakitnya hanya pendarahan biasa, mungkin masih bisa ditangani sampai puskesmas atau PPK tingkat satu. Namun, bila sudah terjadi pendarahan sampai mengakibatkan pembuluh darah pecah, kasus ini harus langsung ditangani di rumah sakit.

“Kalau sudah begitu, tak bisa diselesaikan di puskesmas. Hal seperti ini yang harus dibuatkan teknisnya secara tepat,” kata dia. Selain itu, harus sesuai dengan level kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).

Kendala pelaksanaan program JKN tak berhenti di situ. Minimnya sosialisasi membuat banyak masyarakat menjadi bingung tentang layanan yang bisa mereka terima. Tak ayal bila dalam pelaksanaannya kerap terjadi kesalahpahaman antara pihak BPJS dan masyarakat.

Kepala Divisi Regional IX BPJS Kantor Cabang Makassar Feri Aulia mengatakan, pihak BPJS bekerja sama dengan pemerintah tingkat provinsi dalam melakukan sosialisasi. “Khususnya, kami bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di daerah,” kata dia. Namun, untuk daerah terpencil, masih terkendala transportasi dan waktu.n nora azizah ed: fitria andayani

Informasi dan berita lain selengkapnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement