Jumat 13 Dec 2013 06:25 WIB
Kebijakan Bank Indonesia

BI Rate Ditahan

Suku bunga Bank Indonesia
Foto: IST
Suku bunga Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, BI Rate, pada level 7,5 persen. Kebijakan diambil untuk mencapai target inflasi dan mempersempit defisit transaksi berjalan.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah menyatakan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis (12/12) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 7,5 persen. Dengan suku bunga fasilitas kredit (lending facility) dan deposito (deposit facility) masing-masing pada level 7,5 dan 5,75 persen.

BI menilai, kebijakan tersebut konsisten untuk mengarahkan inflasi ke sasaran 4,5 +- 1 persen. Selain itu, untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun ke tingkat yang lebih sehat dan berkesinambungan.

Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, BI Rate ditahan karena ekspektasi inflasi sudah menurun. Pertumbuhan kredit, terutama pada kredit konsumsi, juga sudah melambat. Untuk menangani defisit transaksi berjalan, menurutnya, tidak bisa hanya dilakukan melalui kebijakan moneter, tetapi juga harus diimbangi dengan kebijakan di sektor riil.

“Jadi, saat ini yang ditunggu pasar adalah kebijakan konkret di sektor riil, sementara untuk moneter saat ini fokus untuk stabilisasi nilai tukar,” ujarnya. BI sejak Juni 2013 telah menaikkan BI Rate sebesar 175 basis poin (bps) menjadi 7,5 persen. BI menyatakan, kenaikan tersebut bertujuan untuk mengarahkan inflasi pada target sebesar 4,5 +- 1 persen dan mempersempit defisit transaksi berjalan menjadi di bawah tiga persen dari produk domestik bruto (PDB).

Destry mengatakan, BI kemungkinan menaikkan kembali BI Rate pada Februari atau Maret 2014 untuk mengantisipasi penarikan kebijakan (tapering off) stimulus moneter oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve (the Fed). tapering off diprediksikan akan dilakukan AS pada kuartal I 2013. Kenaikan juga akan dilakukan untuk merespons data dari neraca perdagangan.

Ekonom Agustinus Prasetyantoko menambahkan, selain tapering off, Indonesia akan menghadapi tantangan eksternal lain pada 2014, yakni kenaikan obligasi atau T-bill. Kebaikan obligasi tersebut diperkirakan akan terjadi pada kuartal III atau IV. Kedua hal tersebut akan membuat BI menaikkan BI Rate sebesar 50 bps tahun depan.

Ia mengatakan, pasar saat ini sebenarnya menginginkan kenaikan BI Rate, tetapi BI disarankan tidak terlalu mengikuti keinginan pasar. Indonesia sebaiknya tidak hanya menggunakan suku bunga untuk menarik aliran dana, tetapi juga harus dengan perbaikan struktural.

Kenaikan suku bunga juga dianggap tidak efektif untuk menguatkan rupiah. Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman mengatakan, kenaikan suku bunga malah akan membuat kontraproduktif. Ia menilai, saat ini nilai tukar telah stabil walaupun melemah. “Kenaikan BI Rate bulan lalu direspons negatif oleh pasar. Pasar modal masih tenggelam. Semua masih negatif,” ujarnya.

Menurutnya, BI Rate yang ditahan akan berimplikasi positif terhadap ekonomi secara keseluruhan. Sektor perbankan dapat bernapas untuk menyesuaikan suku bunga. Kenaikan bunga kredit yang terlalu besar dapat membuat rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat.

Daya beli masyarakat juga bisa distabilkan kembali. Ini karena kenaikan BI Rate yang terus-menerus akan memengaruhi daya beli masyarakat. BI harus hati-hati menggunakan instrumen BI Rate untuk hal yang tidak wajar. Kenaikan BI Rate yang beberapa waktu dilakukan BI kenyataannya tidak efektif menekan defisit transaksi berjalan. n satya festiani ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement