Senin 29 Jul 2013 09:05 WIB
Politik Mesir

Negeri Islam Diminta Peduli

Militer Mesir saat menyerang warganya yang sedang berunjuk rasa
Foto: Antara
Militer Mesir saat menyerang warganya yang sedang berunjuk rasa

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim perlu memberikan aksi nyata atas kekerasan militer Mesir. Penyerangan brutal militer terhadap kelompok pendukung presiden terguling Muhammad Mursi tak bisa mendapat toleransi. Militer seharusnya melindungi semua kelompok atau faksi yang ada di Mesir.

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengajak negara-negara berpenduduk Islam satu suara mengutuk kebengisan militer Mesir. Erdogan mengecam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara tetangga yang bungkam menanggapi kejadian berdarah di Negeri Piramid itu.

''Hei, kalian yang Islam! Saudara-saudara kalian di Mesir sedang dibantai. Keadilan dan hak dasar telah disembelih. Dengarkah kalian? Melihatkah kalian? Apakah kalian tidak menyadari darah saudara-saudara kalian yang sedang ditumpahkan?'' ujar Erdogan dalam konferensi pers, seperti dikutip kantor berita resmi Turki Anadolu Agency, Ahad (28/7).

Insiden berdarah kembali terjadi di beberapa kota di Mesir pada Jumat (26/7) dan Sabtu (28/7) waktu setempat. Sedikitnya 120 orang tewas dan 4.500 lainnya luka. Korban tewas lantaran serangan peluru tajam. Meski begitu, kantor berita Mesir MENA menyebut korban tewas 72 orang dan luka 792 orang.

Militer dengan sepihak membubarkan aksi demonstrasi pendukung Mursi yang berkumpul di Masjid Rabiah al-Adawiyah dan Lapangan Al-Nahda di Kota Nasr. Wilayah ini menjadi basis massa pendukung Mursi dari Ikhwanul Muslimin. Erdogan menilai militer di negara itu pecundang.

''Pelaku kudeta (militer) tidak punya kekuatan melawan musuh di dekatnya sendiri. Mereka hanya mengaum dan menyerang rakyatnya sendiri,'' kata Erdogan. Insiden akhir pekan lalu itu menjadi bentrokan terparah antara militer dan pendukung Mursi setelah penggulingan Mursi. Hingga Ahad (28/7), situasi di wilayah Ikhwanul Muslimin masih menegangkan.

Imam Besar al-Azhar Syekh Ahmad al-Tayyip menegaskan agar pemerintahan segera mengakhiri perselisihan politik. Dia menyayangkan aksi damai yang berujung kematian bagi kelompok Ikhwanul Muslimin. Dia juga mendesak penyelidikan terbuka atas pembantaian kelompok pendukung Mursi itu.

Egypt Independent melansir, Menteri Luar Neger Amerika Serikat (AS) John Kerry berkomunikasi dengan Wakil Presiden Mesir Mohammad el-Baradei dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Nabil Fahmy. AS meminta agar militer menahan diri atau terus terperosok ke dalam jurang perpecahan.

Menurut Menlu RI Marty Natalegawa, tidak ada toleransi bagi pengguna kekerasan. Marty mendesak agar PBB turun tangan mendorong rekonsiliasi. Situasi saat ini mengharap solusi yang konstitusional dan sesuai kehendak rakyat dan bangsa Mesir. Dia mengatakan, situasi saat ini akan menyeret Mesir ke jurang perang saudara.

Kekhawatiran terjadinya konflik horizontal juga dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter-nya. "Saya berpendapat solusinya, kompromi di antara kedua. Bukan the winner takes all. PBB dan dunia harus mendorong dan mendukung," katanya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri KH Muhyidin Junaidi berharap Indonesia berperan lebih besar dalam mendinginkan suasana Mesir saat ini. "Kami berharap pemerintah bisa bersikap high politic memengaruhi kelompok negara Islam OKI untuk mendinginkan suasana Mesir selama Ramadhan," ujarnya, Ahad (28/7).

Menurut dia, tidak ada satu pun negara Muslim yang berinisiatif mendinginkan suasana di Mesir. Muhyidin memahami, saat ini pemerintah dan mungkin negara-negara Islam lainnya masih wait and see terkait perkembangan politik Mesir. Namun, setelah jatuhnya korban jiwa atas serangan militer, negara Islam harus segera mengambil sikap mendinginkan suasana di Timur Tengah. n bambang noroyono/ichsan emrald alamsyah/amri amrullah/esthi maharani ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement