Kamis 30 May 2013 09:09 WIB
Skandal Bank Century

Skenario Century Diungkap

Massa dari Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), menggelar aksi unjukrasa di depan Gedung KPK, Jakarta. Mereka menuntut agar KPK segera menuntaskan skandal kasus Bank Century yang diduga melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Massa dari Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), menggelar aksi unjukrasa di depan Gedung KPK, Jakarta. Mereka menuntut agar KPK segera menuntaskan skandal kasus Bank Century yang diduga melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabut gelap dalam penyidikan kasus Bank Century mulai tersingkap. Mantan anggota Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century di DPR Akbar Faisal menyerahkan data baru kepada Timwas pada Rabu (29/5). Data itu menyebut adanya keterlibatan Dewan Gubenur Bank Indonesia (BI) dalam pengucuran dana Rp 6,7 triliun itu.

Akbar mengatakan, dokumen itu menunjukkan ada rapat Dewan Gubernur BI yang telah mempersiapkan adanya skenario dampak sistemis yang menjadi alasan pengucuran dana bail out ke Bank Century. Padahal, skenario itu disusun sebelum ada hitungan nyata mengenai dampak sistemis Bank Century apabila tak mendapat bail out.

“Jadi, sudah mulai disimpulkan dari rapat tanggal 31 Oktober, 3 November, 5 November. Nanti, dirapatkan pada 20 November 2008. Waktunya, malam pukul 19.00 sampai pukul 00.00 WIB,” kata Akbar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/5). Skenario itu menjadi penting karena selama ini publik selalu digiring keputusan sistemis itu adalah benar adanya.

Di dalam rapat-rapat BI itu, kata Akbar, terbukti bahwa dewan gubernur, khususnya Miranda Goeltom dan Muliaman D Hadad, berperan dalam skenario adanya dampak sistemis Bank Century apabila tak mendapat bail out. Rapat tersebut, ujar dia, dipimpin langsung oleh Boediono yang saat itu menjabat sebagai gubernur BI.

Kasus hukum Bank Century kini berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sudah masuk dalam tahap penyidikan. Dua tersangka dalam kasus ini adalah mantan pejabat BI Budi Mulya dan Siti Fajriah. KPK sudah memeriksa mantan petinggi BI lain sebagai saksi, salah satunya mantan ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani di Amerika Serikat pada 30 April dan 1 Mei 2013.

KPK pernah memeriksa Boediono ketika kasus ini masih di tahap penyelidikan. Meski begitu, KPK menyatakan, siap memeriksa Boediono pada tahap penyidikan. Pemeriksaan terakhir dilakukan terhadap mantan sekretaris KSSK Raden Pardede pada Senin (27/5). Pekan depan, penyidik KPK akan ke Australia untuk memeriksa salah satu pejabat BI yang berada di sana.

Wakil Ketua DPR Sohibul Iman yang memimpin rapat Timwas mengatakan, data Akbar sangat menarik. “Ada hal yang bagus soal kronologi, hingga terjadinya FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) itu. Dan, itu katanya ada perbedaan yang diberikan ke DPR dengan yang disampaikan tadi,” kata Sohibul.

Meski begitu, rapat Timwas ini tidak dihadiri pimpinan KPK. Sohibul menyayangkan pimpinan KPK yang tak memenuhi undangan untuk kedua kalinya ini. Dia mengatakan, Timwas mempertimbangkan untuk memanggil paksa KPK apabila tak hadir dalam rapat berikutnya pada 5 Juni.

Di saat yang sama, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen berada di Kompleks Parlemen Senayan. Tapi, dia memilih menghadiri rapat di Komisi III DPR untuk membahas anggaran. Zulkarnaen menganggap, undangan Timwas untuk menyampaikan perkembangan terakhir Century sudah masuk dalam substansi teknis penyidikan.

“Teknis itu belum bisa dibuka saat ini. Pimpinan KPK sudah membacanya. Surat tanggapan sudah kami kirimkan ke Timwas,” ujar Zulkarnaen. Apabila teknis penyidikan dibuka ke publik, dia khawatir akan mengganggu kelancaran penyidikan. Dia juga berdalih pimpinan KPK memiliki kesibukan, seperti tugas ke luar negeri, umrah, dan kesibukan lain.

Selama tidak menyangkut substansi penyidikan, kata Zulkarnaen, KPK siap memenuhi undangan Timwas. Sedangkan, Juru Bicara KPK Johan Budi tidak memberikan komentar soal rencana Timwas yang akan melakukan panggilan paksa apabila KPK kembali mangkir dari panggilan. n ira sasmita ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement