Jumat 13 Jan 2017 17:00 WIB

Menangkal Si Batuk Rejan

Red:

Batuk rejan atau batuk 100 hari merupakan jenis penyakit yang umumnya menyerang anak-anak. Tanpa penanganan yang tepat, penyakit yang dikenal dalam istilah medis sebagai pertusis ini bisa menyebabkan komplikasi yang cukup fatal, bahkan kematian.

Spesialis anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Dr dr Zakiudin Munasir SpAK mengatakan, penyakit batuk rejan merupakan infeksi yang disebabkan bakteri bernama Bordetella pertussis. Batuk rejan ini paling sering ditemukan pada anak berusia di bawah satu tahun.

Pada beberapa kasus, kata dia, ditemukan juga kasus batuk rejan pada anak berusia antara tiga hingga lima tahun. "Biasanya, pada usia tiga sampai lima tahun sudah jarang (ditemukan)," ujar Zakiudin saat dihubungi oleh Republika, beberapa waktu lalu.

Pada tahap awal, lanjutnya, batuk rejan menimbulkan gejala-gejala umum flu, seperti batuk dan pilek. Seiring berjalannya waktu, batuk yang dialami pasien berkembang lebih parah dari sekadar batuk karena flu.

Ketika sudah memasuki tahap yang lebih lanjut, batuk yang dialami pasien mulai terlihat berbeda. Anak akan mengalami batuk terus-menerus tanpa jeda. Biasanya, gejala tersebut diakhiri dengan batuk dengan intensitas tinggi, bahkan sering kali juga diakhiri dengan muntah.

Batuk tanpa jeda ini tak boleh dianggap sepele. Alasannya, kata Zakiudin, batuk rejan ini dapat membuat anak kesulitan untuk menarik napas. "Cukup berbahaya untuk bayi. Bisa fatal kalau tidak bisa napas," ujar dia.

Oleh karena itu, orang tua harus sigap dan segera memeriksakan anak mereka ke dokter jika menemukan gejala batuk rejan seperti itu. Biasanya, dalam menangani kasus batuk rejan, dokter memberikan obat antibiotik, seperti erythromycin, clarithromycin, dan azithromycin. Tentunya, penanganan pun harus tepat berdasarkan diagnosis dokter.

Dikatakannya, lama proses pengobatan bergantung pada tingkat keparahan penyakit batuk rejan yang diderita anak. Tapi, umumnya proses pengobatan berlangsung selama satu hingga dua pekan. "Selama masa pengobatan harus cukup istirahat dan pasien dipisah dengan yang lain karena menular."

Pencegahan komplikasi

Tanpa penanganan yang tepat dan cepat, penyakit batuk rejan bisa menimbulkan beberapa komplikasi. Salah satu bentuk komplikasi yang cukup sering ditemukan, lanjut Zakiudin, adalah pendarahan pada mata yang membuat mata menjadi merah. Sedangkan, salah satu komplikasi paling berat yang mungkin terjadi ialah pendarahan pada otak.

Karena itulah, Zakiudin menekankan pentingnya pencegahan dengan pemberian imunisasi diferti, pertusis, dan tetanus (DPT). Dengan imunisasi, memang tetap ada kemungkinan anak terkena batuk rejan, tapi gejala yang dialaminya cenderung ringan dan tidak parah.

Spesialis anak dari RS Hermina Depok dr Otty Mitha Sevianti SpA juga menekankan pentingnya imunisasi sebagai bentuk pencegahan yang utama bagi penyakit batuk rejan. Alasannya, penyakit batuk rejan juga berisiko menimbulkan komplikasi yang dapat  menyebabkan kematian.

Salah satu bentuk komplikasi berbahaya biasanya ditemukan di paru. Komplikasi yang mungkin terjadi, lanjut Otty, ialah infeksi paru yang semakin meluas hingga ke saluran paru bagian bawah. "Kalau parunya jadi enggak bagus kan sifatnya bisa lethal, menimbulkan kematian juga," ujar Otty.

Bentuk pencegahan lain yang bisa dilakukan oleh orang tua, kata dia, adalah menjauhkan anak dari orang yang menderita batuk rejan. Dia mengatakan, penyakit batuk rejan ini memiliki masa penularan hingga enam pekan. Penularannya terjadi melalui percikan ludah (droplet) yang terbawa oleh udara.

Agar batuk rejan bisa ditangani lebih cepat, Otty menyarankan orang tua mewaspadai batuk anak yang tak kunjung sembuh meski sudah diberi obat batuk biasa. Apalagi, jika batuk yang terus-menerus itu berlangsung lebih dari satu pekan dan malah bertambah berat.

Ketika anak didiagnosis batuk rejan, Otty juga menyarankan agar orang tua memastikan anak terhindar dari dehidrasi. Di samping mengonsumsi obat, asupan makan dan minum anak juga tidak boleh terganggu. "Prinsipnya, asupan makan dan minum harus jalan terus. Pasien harus cukup cairan, tidak boleh dehidrasi," lanjut Otty.

Jika dirawat di rumah, lanjutnya, pasien harus dipisahkan dari anggota keluarga lain, khususnya dari anak yang berusia lebih kecil dari pasien dan mereka yang belum atau tidak diimunisasi. Anak-anak tersebut memiliki faktor risiko lebih besar tertular karena tidak memiliki daya tahan tubuh yang baik untuk menangkal penularan penyakit batuk rejan. "Lebih baik diisolasi sampai benar-benar sembuh, baru boleh campur lagi dengan yang lain," kata Otty.      rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement